Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Pebisnis Elon Musk berdebat dengan pemerintah Australia tentang unggahan di platform media sosial X yang menyangkut insiden penikaman seorang uskup di Sydney, Australia yang terjadi pekan lalu. Perdana Menteri Australia Anthony Albanese pada Senin, 22 April 2024 mengkritik keputusan X untuk menentang upaya Australia dalam menghapus konten-konten tersebut.
Insiden penusukan yang dimaksud dilakukan oleh seorang remaja berusia 16 tahun yang menyerang uskup gereja Asiria, Mar Mari Emmanuel, pada Senin lalu. Polisi telah mendakwanya dengan tuduhan terorisme, dan video yang tersebar di media sosial menunjukkan penyerang meneriaki uskup karena menghina Islam.
Albanese mengkritik penayangan gambar-gambar kekerasan dan mengatakan beberapa konten media sosial memperburuk penderitaan banyak orang.
“Saya merasa luar biasa bahwa X memilih untuk tidak mematuhi dan mencoba untuk memperdebatkan kasus mereka,” kata Albanese pada konferensi pers.
Ia menilai tanggapan X terhadap perintah panel pemerintah Australia untuk menghapus konten-konten tersebut berbeda dengan tanggapan penyedia media sosial lainnya.
“Ini bukan tentang kebebasan berekspresi,” kata Albanese. “Ini mengenai implikasi berbahaya yang dapat terjadi ketika hal-hal yang tidak benar... ditiru dan dijadikan senjata untuk menyebabkan perpecahan.”
Panel Australia, yang dikenal sebagai Komisaris eSafety, bertugas menghapus konten daring yang berbahaya. Mereka telah memerintahkan X untuk menghapus beberapa unggahan tertentu yang “mengomentari secara publik” mengenai serangan tersebut.
Namun X menjawab bahwa unggahan tersebut tidak melanggar aturan mengenai ujaran kekerasan, dan menambahkan bahwa regulator tidak memiliki wewenang untuk mendikte konten yang dapat dilihat pengguna X secara global. Pihak X berjanji akan menentang upaya panel Australia tersebut di pengadilan karena dianggap “melanggar hukum dan berbahaya”.
“Komisaris sensor Australia menuntut pelarangan konten *global*!” tulis Musk, yang membeli Twitter seharga US$44 miliar pada 2022 dan mengganti namanya menjadi X tahun lalu.
Beberapa anggota parlemen Australia mengkritik media sosial karena tidak berbuat banyak untuk menghapus informasi yang salah mengenai penikaman di Sydney tersebut.
Tahun lalu regulator mengatakan X telah menjadi platform teratas di Australia untuk kebencian online sejak Musk mencabut larangan terhadap 62 ribu akun yang dilaporkan.
REUTERS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini