Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Erdogan Menang, Mengapa Lembaga Survei Gagal Memprediksi Hasil Pemilu Turki?

Jajak pendapat dari berbagai perusahaan selama berminggu-minggu menunjukkan Kilicdaroglu unggul di depan Erdogan dalam pemilu Turki.

16 Mei 2023 | 08.52 WIB

Surat suara sebelum dihitung di TPS pada hari pemilihan presiden dan parlemen di Diyarbakir, Turki, 14 Mei 2023. REUTERS/Sertac Kayar
Perbesar
Surat suara sebelum dihitung di TPS pada hari pemilihan presiden dan parlemen di Diyarbakir, Turki, 14 Mei 2023. REUTERS/Sertac Kayar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Hasil pemilu Turki ternyata jauh dari perkiraan lembaga survei yang menunjukkan kandidat oposisi memimpin, sehingga menjadi kejutan bagi pasar dan pemilih ketika Tayyip Erdogan unggul dalam persaingan kursi presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Dengan putaran kedua yang ditetapkan pada 28 Mei antara Erdogan dan Kemal Kilicdaroglu, perkiraan tersebut diabaikan dan lembaga survei merefleksikan letak kesalahan survei mereka menjelang pemungutan suara yang dianggap sebagai salah satu yang paling penting dalam sejarah Turki.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Jajak pendapat dari berbagai perusahaan selama berminggu-minggu menunjukkan Kilicdaroglu unggul di depan Erdogan, tampak sejalan dengan persepsi bahwa popularitas sang presiden telah dilemahkan oleh inflasi yang melonjak dan krisis biaya hidup.

Namun, pemungutan suara Minggu menghasilkan sebaliknya, dengan kemenangan 49.5% untuk Erdogan dan Kilicdaroglu hanya meraih 44.96% suara, di saat 99% suara dihitung. Karena tak satu pun kandidat memperoleh lebih dari 50%, pemilu masuk ke putaran kedua.

Salah satu lembaga survei, MAK, dalam jajak pendapat yang diterbitkan pada 7 Mei menunjukkan Kilicdaroglu menang 50,9% dalam pemilihan presiden, cukup untuk mengamankan kemenangan di putaran pertama.

Ketua MAK Mehmet Ali Kulat mengatakan melakukan survei dipersulit oleh faktor-faktor termasuk gempa besar yang melanda Turki pada Februari, dan bulan suci Ramadhan, yang berlangsung dari Maret hingga April.

"Ada periode 20 hari setelah Ramadan dan Anda tidak dapat melakukan pemungutan suara secara legal dalam 10 hari terakhir. Ini membuat kami tersesat lebih jauh. Kami, sebagai perusahaan riset, seharusnya tidak mencari alasan," katanya kepada Reuters.

Putaran Kedua 

Aliansi Rakyat Erdogan, yang terdiri dari Partai AK yang berakar Islam dan mitra nasionalisnya, juga tampaknya akan memenangkan mayoritas di parlemen baru dengan 321 dari 600 kursi, sebuah hasil yang dilihat sebagai peningkatan peluangnya dalam putaran kedua presiden.

Sementara sejumlah lembaga survei termasuk MAK memperkirakan mayoritas untuk Aliansi Rakyat dalam pemungutan suara parlemen, kinerja MHP nasionalis - bagian dari aliansi pemerintahan - jauh lebih baik dari perkiraan.

Erik Meyersson, kepala strategi pasar negara berkembang di SEB, mengatakan hasil jajak pendapat di Turki, seperti di banyak negara lain, sering keliru, termasuk karena orang-orang yang tidak jujur tentang siapa yang akan mereka pilih.

"Jajak pendapat dengan bias-bias dan isu-isu berbeda menciptakan rata-rata data berisik yang tetap tidak mewakili niat memilih," katanya.

"Pemilih mungkin telah terlibat dalam pemberian sinyal, sejauh mereka menunjukkan ketidaksenangan mereka terhadap kebijakan pemerintah dengan meningkatkan oposisi dalam jajak pendapat tetapi akibatnya mendukung petahana dalam pemilu."

REUTERS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus