Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pengadilan Tinggi Sri Lanka pada Jumat 18 Februari 2022 membebaskan mantan menteri pertahanan dan mantan kepala kepolisian yang dituduh melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka dianggap gagal mencegah pemboman Minggu Paskah 2019 yang menewaskan 279 orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Seperti dilansir France24, pengadilan Sri Lanka telah mendakwa Hemasiri Fernando, Menteri Pertahanan saat itu, serta Kepala Kepolisian Sri Lanka Inspektur Jenderal Polisi Pujith Jayasundara pada November lalu.
Keduanya gagal menindaklanjuti peringatan dini dari badan intelijen India bahwa para jihadis lokal merencanakan serangkaian pemboman bunuh diri pada April 2019. Panel tiga hakim menolak seluruh 855 dakwaan terhadap mereka.
Seorang pejabat pengadilan mengatakan para hakim dalam keputusan bulat membebaskan para tersangka, dan membebaskan mereka tanpa memanggil saksi pembela.
Serangan-serangan yan dituduhkan kepada kelompok ekstremis Islam dalam negeri, menargetkan tiga gereja dan tiga hotel di ibu kota. Serangan itu menewaskan 279 orang, termasuk 45 orang asing, dan menyebabkan lebih dari 500 orang terluka.
Fernando dan Jayasundara ditangkap pada 2019 dan ditahan selama empat bulan sebelum dibebaskan dengan jaminan. Jayasundara adalah pejabat polisi paling senior yang ditangkap dalam 155 tahun sejarah kepolisian Sri Lanka.
Jaksa kepala saat itu, Dappula de Livera, mengatakan kepada pengadilan bahwa "kelalaian" oleh dua pejabat tinggi itu sama dengan "kejahatan berat terhadap kemanusiaan" dan mengajukan tuduhan pembunuhan terhadap mereka.
Pengadilan yang lebih rendah sebelumnya menolak untuk mendakwa mereka dengan pembunuhan karena jaksa tidak dapat membangun hubungan dengan para pengebom, atau pun motifnya.
Peringatan intelijen India pertama diberikan pada 4 April, hampir tiga pekan sebelum pengeboman. Kelompok Negara Islam (ISIS) mengatakan telah mendukung para penyerang.
Kelompok Muslim lokal juga telah memperingatkan polisi dan unit intelijen atas ancaman yang ditimbulkan oleh ulama radikal Zahran Hashim, yang memimpin pemboman bunuh diri.
Jayasundara dan Fernando telah bersaksi dalam penyelidikan parlemen bahwa presiden saat itu, Maithripala Sirisena, gagal mengikuti protokol yang ditetapkan dalam menilai ancaman keamanan nasional menjelang pengeboman.
Mereka juga menuduh Sirisena -- yang juga menteri pertahanan serta hukum dan ketertiban -- tidak menganggap serius ancaman itu.
Gereja Katolik Roma Sri Lanka mendesak aparat ngambil tindakan terhadap Sirisena, sekutu Presiden Gotabaya Rajapaksa, yang berkuasa sejak November 2019. Rajapaksa berjanji untuk mengakhiri serangan ekstremis di pulau itu.
Baca juga: 7 Fakta Investigasi Teror Bom di Sri Lanka
SUMBER: FRANCE24
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.