Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hizbullah mulai memasok bahan bakar dari Iran ke Libanon melalui Suriah pada hari Kamis, 16 September 2021, di tengah ancaman sanksi Amerika Serikat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hizbullah, kelompok Muslim Syiah yang dekat dengan Iran, menyatakan pasokan itu akan meredakan krisis energi yang saat ini terjadi di Libanon.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belasan truk yang membawa bahan bakar minyak Iran memasuki timur laut Lebanon dekat desa al-Ain, di mana bendera kuning Hizbullah berkibar di tiang lampu.
"Terima kasih Iran. Terima kasih Suriah Assad" demikian tertulis di sebuah spanduk, mengacu pada Presiden Suriah Bashar al-Assad.
Truk-truk itu membunyikan klakson saat melewati al-Ain.
Beberapa orang mengibarkan bendera Hizbullah, sementara seorang wanita dan anak laki-laki melemparkan kelopak bunga ke salah satu kendaraan.
Hizbullah mengatakan kapal yang membawa bahan bakar itu berlabuh di Suriah pada hari Minggu karena pendaratan di Libanon berisiko mendapat sanksi AS.
Washington menegaskan bahwa sanksi AS terhadap penjualan minyak Iran masih berlaku. Tetapi tidak disebutkan apakah mereka akan menindak Hizbullah, yang mereka sebut sebagai kelompok teroris.
Pemerintah Lebanon tampaknya tutup mata dengan menyatakan, tidak ada permintaan izin untuk mengimpor bahan bakar. Sebuah sumber keamanan mengatakan truk-truk tangki itu melewati perbatasan tidak resmi.
Langkah itu menandai perluasan peran Hizbullah di Lebanon. Sudah sejak lama kelompok bersenjata berat itu bertindak sebagai negara di dalam negara.
Didirikan oleh Pengawal Revolusi Iran pada tahun 1982, Hizbullah telah lama menjadi bagian dari sistem pemerintahan Lebanon, dengan jabatan menteri dan anggota parlemen.
Mereka melakukan banyak perang dengan Israel, dan membantu Assad dalam perang Suriah.
Hizbullah mengatakan akan menyumbangkan bahan bakar minyak ke institusi yang membutuhkan termasuk rumah sakit pemerintah dan panti asuhan, serta menjualnya dengan "harga yang pantas" kepada orang lain termasuk rumah sakit swasta, fasilitas penyimpanan medis dan pabrik tepung.
Krisis energi Libanon akibat dari krisis keuangan sejak 2019, merontokkan mata uang sekitar 90 persen dan menyebabkan dari tiga perempat penduduk jatuh dalam kemiskinan.
Pasokan bahan bakar nyaris terhenti karena Libanon tidak memiliki mata uang yang cukup untuk menutupi impor bahkan yang vital, memaksa layanan penting termasuk beberapa rumah sakit untuk mengurangi layanan dan memicu banyak insiden keamanan.
Hizbullah menyatakan telah mematahkan "pengepungan Amerika".
Sistem keuangan Libanon hancur akibat pemborosan dan korupsi selama beberapa dasa warsa.
Pemerintah Barat dan lembaga donor berjanji memberikan bantuan begitu Libanon memberlakukan reformasi.
Amerika Serikat, pemasok besar bantuan kemanusiaan dan militer ke Libanon, mendukung rencana untuk meredakan krisis energi dengan menggunakan gas alam Mesir yang disalurkan melalui Yordania dan Suriah. Duta Besar AS mengatakan Libanon tidak membutuhkan bahan bakar Iran.
Pemimpin Hizbullah Sayyed Hassan Nasrallah mengatakan kapal kedua dengan bahan bakar minyak akan tiba di pelabuhan Baniyas Suriah dalam beberapa hari, disusul kapal ketiga dan keempat.