Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Ini Cara Warga Korea Selatan Hindari Ketakutan Nuklir Korea Utara

You Jae Youn mengaku lebih banyak memikirkan pemenuhan kebutuhannya sehari-hari dibandingkan ancaman nuklir Korea Utara.

22 September 2017 | 14.42 WIB

Barisan peti kemas, berjajar rapi menunggu mobil angkut untuk mengantarkan ke tujuan. Ekonomi Korsel yang berkembang pesat, membuat industri ekspor dan import menjadi maju. Hal ini berdampak meningkatnya aktivitas, pengiriman barang melalui jalur laut. Ui
Perbesar
Barisan peti kemas, berjajar rapi menunggu mobil angkut untuk mengantarkan ke tujuan. Ekonomi Korsel yang berkembang pesat, membuat industri ekspor dan import menjadi maju. Hal ini berdampak meningkatnya aktivitas, pengiriman barang melalui jalur laut. Ui

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Seoul - Mayoritas warga Korea Selatan memilih mengalihkan perhatian mereka dari ancaman nuklir Korea Utara. Hidup puluhan tahun di bawah ancaman perang dan senjata nuklir dari negara tetangga satu rumpun ini membuat mereka lebih mengkhawatirkan kebutuhan dan kehidupan sehari – hari.


“Kami memiliki lebih dari cukup kekhawatiran terhadap kehidupan kami sehari – hari. Saya lebih khawatir tentang seberapa banyak biaya yang harus saya keluarkan untuk menyediakan makanan (dari pada Korea Utara),” ucap You Jae Youn, seorang pekerja kantoran di Kota Sejong, Korea Selatan. “Membicarakan Korea Utara sejujurnya terasa asing bagi saya.”


Baca: Korea Festival Travel, Food and Hanbok Kembali Digelar


Korea Selatan mengalami kemajuan ekonomi pesat sejak berakhirnya perang dengan Korea Utara yang komunis pada 1953. Seiring perkembangan itu, kebutuhan dan tekanan ekonomi terus bertambah. Ini membuat mayoritas warga lebih berfokus pada pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan sehari – hari dari pada memperkirakan kapan perang bakal terjadi.


Baca: AS-Korea Selatan Latihan Perang, Korea Utara Luncurkan 3 Rudal


Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Gallup Korea, sebuah lembaga survei di Korea Selatan, sebanyak 58 % warga Korea Selatan tidak berpikir perang akan kembali terjadi di Semenanjung Korea. Hasil survei terbaru juga menunjukkan warga yang memperkirakan terjadinya perang terus berkurang menjadi 37%.


“Orang - orang berkata, secara teknis perang belum berakhir, tapi generasi saya belum pernah menyaksikan perang secara langsung. Itu seperti sebuah kenyataan yang samar bagi saya,” ucap Kim Hye Ji, seorang graphic designer berusia 27 tahun. “Itu lah mengapa, walaupun banyak orang mengatakan bahwa itu berbahaya, saya tidak dapat merasakannya. Semua teman saya lebih mengkhawatirkan pekerjaan mereka.”


Secara teknis perang antara Korea Utara dan Korea selatan memang belum berakhir. Hal ini terjadi lantaran perundingan yang dilakukan tahun 1953 hanya menghasilkan gencatan senjata bukan perjanjian perdamaian.


Ketegangan dunia meningkat setelah rezim komunis Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklir pada 3 September 2017. Percobaan keenam ini menjadi percobaan nuklir terbesar yang pernah dilakukan oleh rezim Kim Jong Un dan menyebabkan puncak bukit lokasi uji coba menjadi longsor. Menanggapi uji coba ini, pemerintah Korea Selatan telah mempersiapkan persenjataan untuk melindungi diri.



REUTERS l KISTIN SEPTIYANI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Budi Riza

Budi Riza

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus