Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wilayan pegunungan Kashmir telah menjadi pusat konflik antara dua negara pemilik senjata nuklir, India dan Pakistan, selama 70 tahun terakhir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Rabu, Pakistan mengatakan militernya menambak jatuh dua pesawat India yang terbang di wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan, sehari setelah India mengklaim meluncurkan serangan udara terhadap kamp pelatihan militan di wilayah Pakistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Krisis Kashmir baru-baru ini dipicu insiden bom bunuh diri pada bus yang terjadi pada 14 Februari, menewaskan 40 personel paramiliter India.
Kelompok militan yang berbasis di Pakistan, Jaish-e-Mohammed, mengklaim bertanggung jawab atas serangan mematikan tersebut.
India menuding agen intelijen Pakistan di balik serangan bom bunuh diri, yang segera ditampik Pakistan dan meminta intervensi internasional untuk mencari solusi.
Pengajar senior studi Hubungan Internasional di King's College London, Dr. Adnan Naseemullah, mengatakan kepada CNN, dikutip 1 Maret 2019, bahwa krisis di Kashmir semakin parah sejak PM India Narendra Modi menjabat pada 2014.
Naseemullah yakin pemerintahan Modi adalah faktor X dari krisis di Kashmir, karena Modi memprioritaskan isu keamanan nasional yang membawa krisis politik di Kashmir berujung konflik bersenjata terburuk sejak 1980-an.
Kereta yang mengangkut truk dan senjata artileri tentara India di sebuah stasiun kereta di pinggiran Jammu, India, Kamis, 28 Februari 2019. Konflik antara India dengan Pakistan dipicu serangan bom mobil terhadap konvoi tentara India di Distrik Pulwama, Kashmir pada 14 Februari lalu. REUTERS
Pakistan yang mayoritas Muslim dan India mayoritas Hindu, telah berperang sejak 1947, setelah merdeka dari Inggris. Pertempuran skala besar keduanya terjadi pada 1999.
Pertempuran 1947 dan 1965 atas Kashmir menewaskan 47.000 dari kedua belah pihak.
Kashmir awalnya tetap independen dan bebas dari kedua negara, ketika raja Hindu Kashmir memilih untuk bergabung dengan India dengan imbalan perlindungan militer, negara bagian Jammu dan Kashmir menjadi satu-satunya negara mayoritas Muslim di negara itu.
Provinsi Jammu dan Kashmir India meliputi 45 persen wilayah Kashmir, di selatan dan timur wilayah. Sementara Pakistan menguasai Azad Kashmir, Gilgit dan Baltistan, yang meliputi 35 persen dari wilayah Kashmir, di sebelah utara dan barat. Sementara wilayah Kashmir bernama Aksai Chia, 20 persen dari wilayah Kashmir diduduki Cina.
India dan Pakistan mengklaim kekuasaan penuh atas Kashmir. PBB telah memasukkan isu Kashmir, namun India dan Pakistan ikut campur setelah kemerdekaan.
Meskipun kedua negara sepakat orang-orang Kashmir untuk menentukan masa depan mereka sendiri, tetapi sejauh ini belum ada langkah konkret penarikan diri militer dari keduanya di Kashmir.
Simona Vittorini, pakar politik Asia dari SOAS University London mengatakan, pemerintah India ingin menunjukkan mereka menjamin hak Muslim, tetapi Kashmir juga kunci identitas warga Muslim Kashmir setelah perjanjian pemisahan 1947.
"Kashmir menjadi isu simbolik kedua negara," kata Vittotini.
Selain konflik historis yang mengakar, Kashmir telah mengambil bagian signifikan yang lebih besar karena peristiwa politik terbaru. Salah satunya pemilu India yang akan digelar pada Mei.
PM Modi yang memiliki pandangan populis nasionalis, menjanjikan peningkatan ekonomi dan pekerjaan. Modi menghadapi tantangan melambatnya ekonomi termasuk kekurangan lapangan kerja dan turunnya pendapatan di pedalaman.
Partainya, Bharatiya Janata Party (BJP), mengalami kekalahan di daerah dalam pilkada.
Serangan bom bunuh diri 14 Februari menjadi kesempatan pemerintahan Modi untuk membentuk citra India yang kuat.
Menurut Vittorini, eskalasi mungkin tidak terlalu besar atau cepat meredup jika insiden 14 Februari di luar kontestasi pemilu India.
Pada akhirnya, India mengklaim menyerang kamp pelatihan militan sebagai balasan serangan 14 Februari di wilayah Kashmir yang dikuasai Pakistan, sementara Pakistan membalasnya dengan dalih menjaga kedaulatan wilayahnya.