Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Laporan terbaru PBB mengungkap kejahatan terorganisir transnasional berkembang pesat di Asia Tenggara dan sekitarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laporan menguraikan bagaimana jaringan kriminal telah meraup puluhan miliar dolar AS per tahun melalui obat-obatan, barang palsu, dan perdagangan manusia dan satwa liar, di antara kegiatan lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Studi oleh Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) pada hari Kamis menemukan bahwa sindikat kriminal telah mengubah perdagangan narkoba, dengan pasar metamfetamin bernilai antara US$ 30 miliar (Rp 418 triliun) dan US$ 61 miliar (Rp 850 triliun) per tahun di Asia Timur dan Tenggara, Australia, Selandia Baru dan Bangladesh.
Laporan juga mengidentifikasi penyelundupan manusia sebagai masalah utama, mencatat bahwa perdagangan perempuan dan anak perempuan untuk eksploitasi seksual tetap menjadi masalah serius di sebagian besar negara-negara Asia Tenggara dan Asia Timur.
"Dari jumlah total korban yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual, hampir 70 persen adalah perempuan di bawah umur," kata laporan PBB.
Kepolisian Thailand menyita lebih dari satu ton crystal methamphetamine dalam serangkaian operasi penggeledahan narkoba. Sumber: bangkokpost.com
Meskipun penelitian tersebut mengatakan penegakan hukum telah mempengaruhi rute yang digunakan oleh kelompok-kelompok kriminal, laporan juga menemukan bahwa sindikat-sindikat itu hanya meningkatkan upaya mereka dengan mengalihkan perhatian mereka ke zona-zona yang kurang terlindungi, termasuk daerah perbatasan dengan titik-titik buta yang luput dari pengawasan dan kontrol.
Menyoroti banyak korupsi yang lazim, laporan itu juga mengatakan kejahatan terorganisir memanfaatkan perusahaan swasta, seperti operasi kasino bernilai miliaran dolar, untuk mencuci uang dalam skala luas.
Menurut laporan, perdagangan buruh untuk dieksploitasi umumnya di bidang perikanan, pertanian, konstruksi, agrikultur, manufaktur dan jasa. Malaysia menyumbang 34 persen jumlah perdagangan manusia untuk buruh kerja dari 2013 sampai 2017, di mana 30 persen korban dari Indonesia.
Sementara obat-obatan palsu sering dijajakan di internet. Kelompok kriminal terorganisir di Asia biasanya aktif secara online. Di Indonesia, sindikat pemalsuan farmasi melakukan koordinasi besar-besaran di internet. Sindikat juga berupaya menjual obat-obatan palsu melalui online ke apotek Amerika Utara.
Sementara untuk narkoba, Malaysia menjadi titik keberangkatan utama bagi sabu kristal yang pernah disita Indonesia pada 2017. Ada tiga rute penyelundupan utama yang digunakan sindikat dari Malaysia untuk dipasok ke Indonesia. Selat Malaka menjadi jalur populer penyelundupan sabu kristal dengan kapal penangkap ikan, di mana Tawau dan Kalimantan menjadi titik embarkasi sabu dari Malaysia ke Indonesia.
"Kelompok-kelompok kejahatan terorganisir berfungsi seperti bisnis, dan kondisi untuk lalu lintas narkoba dan manusia, dan komoditas lainnya, telah baik untuk pertumbuhan dan garis bawah," Jeremy Douglas dari UNODC, perwakilan regional untuk Asia Tenggara dan Pasifik, dikutip dari Aljazeera, 19 Juli 2019.
Dia mengatakan bahwa agar kejahatan terorganisir dapat diatasi, pemerintah perlu mulai menerapkan strategi yang serius dan bermakna yang akan mengatasi keparahan masalah.
"Bagian dari respon akan menjadi kepolisian dan kerja sama penegakan hukum lintas-batas untuk mengatasi pasokan, tetapi juga akan memerlukan dorongan politik oleh tingkat tertinggi pemerintah, dan investasi dalam pencegahan, pengawasan narkoba, dan pendidikan kerugian sosial untuk membatasi pertumbuhan dan permintaan pasar," kata perwakilan UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, memaparkan solusi singkat pengendalian kejahatan terorganisir.