Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun sebanyak 42 tempat pembuangan akhir atau TPA selama periode waktu 2019-2023. Direktur Sanitasi Kementerian PUPR, Tanozisochi Lase, mengatakan konsep TPA yang dibangun oleh Kementerian PUPR adalah sanitary landfill.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"TPA-nya sudah dilengkapi dengan fasilitas perlindungan lingkungan seperti lapisan geomembran, instalasi pengolahan lindi (IPL), sumur pantau, serta pipa pengeluaran gas metan," kata pria yang akrab disapa Anes ini kepada Tempo, Rabu, 21 Februari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam membangun TPA, PUPR tidak lagi menyarankan konsep open dumping karena mencemari lingkungan dan tidak menuntaskan permasalahan persampahan. Konsep TPA yang diatur pada Permen PU No 03/2013 adalah konsep TPA sanitary landfill (penutupan sampah pada TPA secara berkala). Anes menambahkan, dalam draft RPJPN 2045 telah dicantumkan target Nol TPA untuk open dumping.
Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Direktorat Sanitasi, mulai tahun 2019 s/d 2023, total anggaran yang telah dikeluarkan Kementerian PUPR untuk membangun Infrastruktur TPA adalah Rp. 1.050.437.642.000 untuk pembangunan sebanyak 42 unit TPA sanitary landfill.
Menurut Anes, Kementerian PUPR khususnya Ditjen Cipta Karya sudah memiliki Sistem Informasi Pemrograman dan Penganggaran (SIPPA). Melalui sistem ini usulan dari pemerintah daerah dapat diajukan dengan mengisi detail usulan infrastruktur beserta kelengkapan readiness criteria (RC). Mekanisme ini dipakai untuk program pembangunan TPA.
RC terdiri dari surat minat dari kepala daerah, surat komitmen dari kepala daerah terkait kesediaan menerima aset dan melaksanakan Operasi dan Pemeliharaan (OP), surat dukungan dari DPRD terkait pengalokasian anggaran OP (dengan mencantumkan besaran angka biaya yang dibutuhkan), ketersediaan dan status lahan, ketersediaan dokumen perencanaan serta kesiapan lembaga pengelola.
Anes menyebutkan infrastruktur TPA merupakan infrastruktur dasar yang dibutuhkan oleh kabupatem atau kota dalam soal pelayanan persampahan. Yang perlu diperhatikan dalam kepemilikan TPA adalah pemenuhan terhadap kriteria teknis lokasi, seperti jarak dari pemukiman dan ketinggian muka air tanah di lokasi terpilih, sehingga dampak sosial dan lingkungan dapat lebih diminimalkan.
Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan TPA, kata dia, juga harus sesuai aturan. Pemrosesan sampah pada TPA harus melalui kegiatan pemadatan dan penutupan tanah secara berkala serta pengelolaan lindi untuk meminimalkan risiko pencemaran lingkungan sekaligus menghindari terjadinya kejadian bencana seperti kebakaran. "Pengalokasian biaya operasi dan pemeliharaan yang memadai untuk suatu TPA sangat penting untuk memastikan kegiatan operasi dan pemeliharaan dapat berjalan dengan baik," kata Anes.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati, mengatakan tahun 2022 sebanyak 41,09 persen TPA yang dioperasikan tidak lagi open dumping atau sudah memenuhi standar, baik controlled landfill atau sanitary landfill. Pemerintah, kata dia, bakal secara resmi menutup semua TPA open dumping pada 2030.
IRSYAN HASYIM