Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat tiga kelurahan, yakni Teluk Kabung Selatan, Tengah dan Utara di Kecamatan Bungus Teluk Kabung, Kota Padang, mengeluhkan abu sisa pembakaran dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Teluk Sirih. Abu tersebut menyirami pemukiman warga hampir setiap hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pantauan tempo.co, semburan asap tersebut berasal dari salah satu cerobong di PLTU Teluk Sirih. Semburan tersebut terlihat berwarna cokelat dan abu-abu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu warga, Edi, mengatakan debu tersebut telah menyirami pemukiman penduduk dan hal tersebut hampir terjadi setiap hari, mulai dari debu berwarna hitam pekat sampai dengan berwarna cokelat kekuning-kuningan keluar dari cerobong pembuangan.
Edi mengatakan semburan tersebut telah meresahkan sejak enam bulan terakhir. Kadang semburan asap PLTU menutupi daerah Kecamatan Teluk Kabung. "Kadang, wilayah saya tinggal ini kelam ditutupi oleh asap pembakaran tersebut," ujarnya.
Edi berharap permasalahan ini segera diselesaikan, agar dampaknya tidak bertambah buruk, sehingga masyarakat dapat beraktivitas kembali. "Saya berharap ada tanggung jawab dari pihak PLTU dan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini," pungkasnya.
Sementara itu, menurut Dewan Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Barat, Yoni Candra, limbah sisa pembakaran PLTU berupa abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash), disebut Faba, tidak lagi masuk dalam kategori limbah B3, namun wajib dikelola seperti ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
Yoni mengatakan, walaupun debu sisa pembakaran PLTU tidak termasuk kategori limbah B3, namun tetap berdampak buruk terhadap lingkungan, khususnya makhluk hidup, karena debu sisa pembakaran tersebut mengandung unsur logam, seperti aluminium, mangan dan juga timbal.
Dia menambahkan bahwa aktivitas PLTU Teluk Sirih yang beroperasi sejak tahun 2013 dengan kekuatan 2 x 112 megawatt (MW) itu diduga tidak memperhatikan aspek lingkungan, keselamatan pekerja dan masyarakat sekitar. “Pada tahun 2020 aktivitas PLTU mengisap nelayan saat menyelam di pinggiran PLTU Teluk Sirih dan pada tahun 2022 PLTU Teluk Sirih mengalami kebakaran menyebabkan hilangnya nyawa salah seorang karyawan,” katanya.
Yoni mendesak pihak terkait untuk segera mengevaluasi PLTU Teluk Sirih, terutama ketaatan atas aturan yang berlaku. “Bagi pihak PLTU Teluk Sirih segera melakukan pemeliharaan lingkungan karena kami menduga semburan sisa pembakaran yang keluar dari saluran buang PLTU, karena tidak ada pemeliharaan dan penggantian saringan pada saluran buang dan buruknya pembakaran yang dilakukan,” pungkasnya.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.