Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Olahraga

3 Kali Jadi Runner-up Grand Slam, Ons Jabeur Sebut Kegagalan di Wimbledon 2023 Paling Menyakitkan

Petenis Tunis Ons Jabeur menyebut kekalahan ketiganya di final Grand Slam, di arena Wimbledon 2023, menjadi yang "paling menyakitkan" dalam kariernya.

16 Juli 2023 | 09.52 WIB

Petenis Tunisia Ons Jabeur dalam konferensi pers usai final Wimbledon 2023, Sabtu, 15 Juli. AELTC/Handout via REUTERS
Perbesar
Petenis Tunisia Ons Jabeur dalam konferensi pers usai final Wimbledon 2023, Sabtu, 15 Juli. AELTC/Handout via REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Petenis Tunis Ons Jabeur menyebut kekalahan ketiganya di final Grand Slam, di arena Wimbledon 2023, menjadi yang "paling menyakitkan" dalam kariernya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Petenis peringkat enam dunia Jabeur dikalahkan 6-4, 6-4 oleh petenis Republik Cek yang tidak diunggulkan, Marketa Vondrousova, Sabtu, 15 Juli 2023. Kegagalan ini terjadi tepat satu tahun setelah ia kalah di final Wimbledon dari Elena Rybakina.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Rasa sakit mengikuti setelahnya ketika di US Open dia kembali menjadi runner-up, kali ini usai kalah dari Iga Swiatek.

Petenis berusia 28 tahun itu perempuan kedelapan yang kalah dalam tiga final Grand Slam pertamanya.

Namun, dia merasa terhibur karena mengetahui bahwa sejumlah legenda tenis, di antaranya Chris Evert, Kim Clijsters dan Simona Halep juga mengalami nasib yang sama sebelum merebut gelar Grand Slam.

"Akan sulit untuk berbicara. Saya akan terlihat jelek di foto jadi itu tidak akan membantu," kata Jabeur usai gagal menjadi petenis putri asal Arab atau Afrika pertama yang memenangi gelar tunggal Grand Slam, seperti disiarkan AFP, Sabtu.

"Saya pikir ini adalah kekalahan yang paling menyakitkan dalam karier saya."

"Saya berjanji akan kembali suatu hari nanti dan memenangi turnamen ini."

Mantan petenis nomor satu dunia Clijsters kalah di final French Open 2001 dan 2003, perebutan gelar US Open pada 2003, dan final Australian Open pada 2004.

Namun, petenis Belgia itu akhirnya mengakhiri kariernya dengan memenangi empat turnamen major, yang pertama di New York pada 2005.

"Saya sangat mencintai Kim. Dia adalah inspirasi besar bagi saya," ujar Jabeur yang melihat Clijsters di belakang layar Centre Court.

"Fakta bahwa dia meluangkan waktu untuk memberi saya nasihat dan benar-benar memeluk saya, selalu ada untuk saya, saya pikir itu tak ternilai harganya."

"Dia memberitahuku sepanjang waktu dia kalah empat kali. Itu sebabnya aku tahu informasinya, kalau tidak akan sulit. Tapi, ya, itu sisi positifnya. Anda tidak bisa memaksakan sesuatu."

Pilihan Editor: 3 Primadona Atlet Bola Voli Indonesia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus