Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Olahraga

Tangis Radwanska dan Rahasia Bertahan di 10 Besar Dunia

Agnieszka Radwanska menangis saat merebut trofi WTA Finals. Punya kiat untuk bertahan di jajaran elit tenis dunia.

3 November 2015 | 11.41 WIB

Petenis dunia asal Polandia, Agnieszka Radwanska mencium piala yang diraihnya usai memenangi WTA Final di Singapura, 1 November 2015. REUTERS
Perbesar
Petenis dunia asal Polandia, Agnieszka Radwanska mencium piala yang diraihnya usai memenangi WTA Final di Singapura, 1 November 2015. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Tangis Agnieszka Radwanska tidak tertahankan setelah mengalahkan Petra Kvitova 6-2, 4-6, 6-3 di Stadion Tenis Tertutup Singapura pada Minggu malam lalu. “Ini adalah hari terbesar dalam hidupku,” kata Radwanska setelah memenangi seri turnamen akhir tahun, yaitu WTA Finals.

Ini adalah seri khusus turnamen Asosiasi Tenis Wanita (WTA) yang hanya diikuti delapan pemain terbaik sepanjang tahun untuk nomor tunggal dan delapan pasangan untuk ganda.

Minggu lalu itu, Radwanska memang meraih gelar juara terbesar sepanjang kariernya. Petenis Polandia ini memang belum pernah memenangi seri turnamen Grand Slam, yaitu turnamen akbar yang menjadi idaman setiap petenis dunia untuk memenanginya.

Prestasi tertingginya di seri Grand Slam baru finalis Wimbledon pada 2012 setelah dikalahkan Serena Williams. Setelah itu, ia berada di papan tengah alias prestasinya tidak buruk tapi juga tidak menjulang.

Laju petenis berusia 26 tahun ini disalip oleh petenis yang lebih muda, seperti pemain nomor dua dunia saat ini, Simona Halep, dari Rumania dan Garbine Muguruza, yang baru saja menduduki peringkat ketiga dunia. Adapun Serena Williams dan Maria Sharapova juga masih sulit untuk dikalahkan Radwanska.

Tapi semua itu tidak meruntuhkan semangat juang Radwanska. Ia pantang menyerah pada setiap pertarungan sebelum detik terakhir. Kiasan ini bukan basa-basi. Sebab, ia nyaris kehilangan peluang melaju di WTA Finals 2015 ketika berhadapan dengan Halep pada babak penyisihan grup.

Setelah dikalahkan Flavia Pennetta dalam pertandingan sebelumnya, Radwanska ketinggalan 1-5 dari Halep dalam tiebreak set pertama. Posisi petenis Polandia ini di ujung tanduk. Tapi ia tidak patah semangat dan mampu membalikkan keadaan dan memenangi tiebreak 7-5 pada set pertama. Setelah itu, Radwanska meraih momentum untuk menyingkirkan unggulan teratas di WTA Finals 2015, Halep.

Radwanska terus mempertahankan momentumnya dengan mengalahkan Muguruza dan Kvitova masing-masing pada semifinal dan final dengan rubber-set.

Ia menjadi petenis pertama yang kalah pada babak penyisihan grup WTA Finals dan kemudian menjadi juara turnamen elite ini. Sistem pertandingan round-robin, yaitu setiap petenis masing-masing berhadapan satu kali dalam babak penyisihan grup dalam WTA Finals, ini memberikan peluang kepadanya untuk bangkit.

“Ini tentu saja sebuah turnamen berbeda dibandingkan dengan turnamen yang lain,” kata Radwanska. “Saya tidak menyangka sejauh ini. Yang pertama adalah bisa sampai di sini dan kedua, mungkin lolos ke semifinal dengan sedikit keberuntungan. Dan kemudian tampil di final dan meraih trofi. Itu akhir yang tidak saya bayangkan.”



Selanjutnya: Perjalanan panjang dan julukan La Profesora

Untuk meraih trofi WTA Finals 2015, Radwanska seperti menempuh perjalanan yang panjang setelah merebut gelar tunggal junior Wimbledon 2005 dan Prancis Terbuka 2006. 

Namun ada hal yang membantu perjalanan panjang Radwanska tersebut, yaitu konsistensinya untuk terus berada di dalam 10 besar dunia peringkat WTA sejak 2011 dan sempat meraih peringkat tertinggi, yaitu urutan kedua. Adapun akhir tahun ini, ia akan berada di peringkat kelima.

Radwanska merekrut petenis legendaris Martina Navratilova sebagai pelatih paruh waktu pada pertengahan Desember lalu, tapi hanya bertahan empat bulan.

Radwanska kemudian kembali kepada pelatih lamanya, Tomasz Wiktorowski. Ia gagal di Grand Slam Amerika Serikat Terbuka 2015, tapi tetap bisa lolos kualifikasi ke WTA Finals setelah menjuarai turnamen di Tokyo, Jepang, dan Tianjin, Cina.

“Tidak penting bagaimana Anda melakukan start. Yang penting bagaimana Anda mengakhirinya,” kata Radwanska, tersenyum.

Gelar WTA Finals ini menjadi tantangan buat Radwanska. Ia adalah salah satu dari sedikit petenis putri yang punya tipe berada di luar arus besar sekarang, yaitu servis dan pukulan keras.

Radwanska mengandalkan penempatan bola dengan pukulan yang akurat. Lantaran pukulannya yang presisi itu, ia mendapat julukan La Profesora.

ESPN | REUTERS | SKY SPORTS | HARI PRAS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nurdin Saleh

Nurdin Saleh

Bergabung dengan Tempo sejak 2000. Kini bertugas di Desk Jeda, menulis soal isu-isu olahraga dan gaya hidup. Pernah menjadi juri untuk penghargaan pemain sepak bola terbaik dunia Ballon d'Or.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus