Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan bahwa emisi karbon kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) lebih tinggi dibandingkan dengan mobil hybrid dan mobil bermesin konvensional. Emisi ini dihasilkan dari proses pembuatan baterai pada kendaraan listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, R Hendro Martoni menjelaskan pernyataan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang soal emisi karbon mobil listrik yang disebut lebih tinggi dari kendaraan hibrida dan konvensional. Menurut Hendro, masih banyak masyarakat yang belum memahami konteks omongan dari Agus Gumiwang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Dalam raker dibahas upaya strategis yang merujuk hasil beberapa studi di antaranya oleh McKinsey and Company, yang melihat dalam proses pembuatan baterai BEV mengeluarkan emisi sekitar 40 persen lebih tinggi dibanding (mobil) hybrid dan bensin karena proses ekstraksi mineral lithium, kobalt, dan nikel," ujar Hendro, dikutip dari situs berita Antara pada hari ini, Minggu, 22 Oktober 2023.
Menurut Hendro, untuk mencapai dekarbonisasi ekosistem kendaraan listrik, diperlukan energi listrik terbarukan dengan mengurangi bauran sumber listrik dari fosil, baik untuk energi kendaraan listrik juga pemrosesan mineral untuk pembuatan baterai.
Selain itu, dibutuhkan juga fasilitas daur ulang (recycling) baterai agar bisa menjadikan baterai bekas sebagai energi penyimpanan sekunder. Sehingga, diharapkan ekosistem end-to-end dari kendaraan listrik ini dapat terbentuk.
Berdasarkan laporan Polestar and Rivian Pathway Report (2023) terkait kajian life cycle emission tahun 2021 di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Pasifik, disebutkan bahwa kendaraan listrik ini menghasilkan emisi yang lebih rendah, yakni 39 tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e).
Angka tersebut lebih rendah dibandingkan kendaraan hybrid yang punya emisi sebesar 47 tCO2e dan juga dari kendaraan konvensional atau internal combustion engine (ICE) yang mencapai 55 tCO2e.
"Angka emisi ini berbeda tidak terlalu jauh per ton CO2 per km-nya jika bersamaan bensin yang digunakan lebih bio atau green fuel," ucap Hendro.
Life cycle emissions ini, menurut Hendro, menunjukkan jumlah total gas rumah kaca dan partikel yang dikeluarkan selama siklus kendaraan, mulai dari produksi hingga penggunaan dan pembuangan (disposal). Hal ini ditunjukkan dengan satuan tonnes of carbon dioxide equivalent (tCO2e).
"Masih adanya emisi ini sangat bergantung dari input energi bahan bakar dari hulu dan hilir dan secara gradual akan menurun jika bahan input ini dilakukan secara green fuel," ujar Hendro menjelaskan.
Hendro meminta agar sejumlah pihak yang mengkritik soal emisi kendaraan listrik ini untuk memahami konteks secara utuh dan melihat road map kendaraan listrik yang dibuat Kemenperin. Semua itu disiapkan untuk mencapai target net zero emission lebih cepat dari target pemerintah di tahun 2060, melalui sektor alat transportasi.
DICKY KURNIAWAN | ANTARA
Ingin berdiskusi dengan redaksi mengenai artikel di atas? Mari bergabung di grup Telegram GoOto.