Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Pendidikan

Laptop Pelajar Kemendikbud: Antara Kebutuhan dan Bahaya Monetisasi

Rencana Kemendikbu membeli laptop untuk pelajar ramai dengan OS Chrome menuai kritik.

6 Agustus 2021 | 08.24 WIB

Sejumlah wartawan mencoba mengoperasikan laptop terbaru Google Chromebook Pixel, yang baru diluncurkan Kamis (21/2) di San Fransisco, AS. AP Photo/Jeff Chiu
Perbesar
Sejumlah wartawan mencoba mengoperasikan laptop terbaru Google Chromebook Pixel, yang baru diluncurkan Kamis (21/2) di San Fransisco, AS. AP Photo/Jeff Chiu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah membeli laptop buatan lokal untuk pelajar ramai diperbincangkan warganet. Salah satu yang dipersoalkan adalah laptop berupa sistem operasi Chrome dengan harddisk sebesar 32 gigabita yang membutuhkan sambungan internet yang stabil. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Spesifikasi minimal ini ditetapkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim dalam Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Founder IndoTelko, Doni Ismanto Darwin, menilai spesifikasi tersebut sudah sesuai bagi kebutuhan pelajar. “Kalau lihat spek dan pakai Chromebook memang mendukung,” ujar Doni kepada Tempo, Selasa, 3 Agustus 2021.

Salah satu keunggulan sistem operasi Chrome ini adalah tidak membutuhkan storage dan RAM yang besar. Beda dengan Windows, untuk memasangnya (install) saja sudah butuh storage dan RAM besar, serta belum termasuk aplikasinya. Selain itu, sistem operasi Chrome juga hemat sumber daya.

Adapun spesifikasi minimal yang ditetapkan adalah sebagai berikut.
* Memori = 4 GB DDR4
* Monitor = 11 inch LED
* Processor = Core 2, >1,1 GHz, Cache 1 M
* Hard drive = 32 GB
* USB Port = USB 3.0
* Networking = WLAN Adapter (IEEE 802.11ac/b/g/n)
* Audio = Integrated
* Daya = Maksimum 50 watt
* Operating System = Chrome OS
* Device management = Ready to activated Chrome Education upgrade
* Garansi = 1 tahun

Namun, Chromebook ini hanya akan optimal jika terkoneksi dengan internet. Bagi Indonesia, kata Doni, ini menjadi tantangan. Jangankan daerah terdepan, terpencil, dan tertinggal, untuk daerah penyangga Jakarta saja kualitas internetnya masih kurang baik. “Dan harap diingat, koneksi pakai laptop beda dengan smartphone kebutuhan bandwitdhnya,” kata dia.

Selain itu, Doni juga mempertanyakan alasan pemerintah menggunakan Chromebook. Apalagi Chrome sangat tergantung dengan Google. Sadar atau tidak, kata Doni, itu makin membuat Indonesia tergantung dengan asing, ditambah devisa yang larinya keluar.

Ada kekhawatiran mengenai ketergantungan dengan Google ini akan dimonetisasi, dan datanya dikasih iklan oleh asing. Pasalnya, keterpaparan asing ini lebih rugi ketimbang bicara perangkat.

Menurut Doni, untuk meminimalisir monetisasi ini, pemerintah bisa mengoptimalkan cloud lokal. Misalnya, data mengenai mata pelajaran disimpan di cloud lokal. “Mau akses pakai Windows enggak masalah, Mac sekalipun. Kalau Chrome kan semua ke Google, browser Google, aplikasi Google,” kata dia.

Pemerintah telah menyiapkan anggaran belanja TIK sebesar Rp 3,7 triliun, dengan rincian sebesar Rp 1,3 triliun dari anggaran Kemendikbudristek dan Rp 2,4 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun 2021. Pembelanjaan TIK melalui APBN tahun 2021 senilai Rp1,3 triliun digunakan untuk memenuhi
kebutuhan 12.674 sekolah mulai dari jenjang SD, SMP, SMA, dan SLB, yaitu untuk pembelian 189.840
laptop, 12.674 access point, 12.674 konektor, 12.674 proyektor, dan 45 speaker

Adapun Anggaran Rp2,4 triliun akan digunakan untuk pembiayaan bagi
16.713 sekolah berupa 284.147 laptop produksi dalam negeri dengan sertifikat TKDN dan juga peralatan pendukungnya seperti 17.510 wireless router, 10.799 proyektor dan layarnya, 10.799
konektor, 8.205 printer, dan 6.527 scanner. Pembeliannya juga didorong menggunakan e-Purchasing.

Dalam e-Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), terdapat enam penyedia yang telah memenuhi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) berdasarkan asesmen Kementerian Perindustrian.

Enam penyedia tersebut adalah PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Tera Data Indonusa, PT Supertone, PT Evercoss Technology Indonesia, PT Bangga Teknologi Indonesia, dan Acer Manufacturing Indonesia.

Laptop merek Zyrex yang diproduksi PT Zyrexindo Mandiri Buana dan telah memiliki TKDN di atas 25 persen paling murah dibanderol dengan harga Rp 5,9 juta, dan paling mahal Rp 6,8 juta.

PT Tera Data Indonusa memiliki laptop lokal merek Axioo. Laptop dengan Chrome OS paling murah dibanderol dengan harga Rp 6,49 juta dan paling mahal Rp 6,8 juta. Kemudian Chromebook yang diproduksi PT Supertone memiliki harga Rp 6,4 juta.

Chromebook buatan PT Evercoss Technology Indonesia dibanderol dengan harga Rp 6,8 juta. PT Bangga Teknologi Indonesia memiliki chromebook dengan merek ADVAN seharga Rp 6,49 juta. Acer Manufacturing Indonesia memiliki chromebook dengan harga bervariasi, mulai dari Rp 5,9 juta hingga Rp 9,6 juta.

Kepala Biro Perencanaan Kemendikbudristek Samsuri menjelaskan anggaran Rp 2,4 triliun tidak khusus untuk membeli laptop. Produk TIK yang akan dibeli antara lain access point, konektor, LCD proyektor, layar proyektor, dan speaker.

“Harganya berapa? Ya, tergantung nego dengan vendor di dalam e-Katalog. Jadi belanja online,” kata Samsuri.

Pakar teknologi pendidikan UNJ, Uwes Chaeruman, mengatakan bahwa teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK) untk pendidikan adalah kebutuhan. “Laptop adalah keniscayaan alias kebutuhan bagi satuan pendidikan, termasuk dimiliki oleh pelajar,” kata Uwes.

Ia berharap pemerintah sekiranya bisa menggandeng vendor untuk menyediakan perangkat laptop dengan harga yang terjangkau dan kualitas memadai. Ketika masih bertugas di Kemendikbud, Uwes mengaku pernah ada usulan one laptop one student, termasuk one teacher one laptop. Hanya, ada masalah mekanisme perolehan perangkat ini dengan harga terjangkau.

Selain itu, seiring penyediaan perangkat, Uwes menyarankan agar diikuti dengan ketersediaan akses internet. Kemendikbudristek dapat bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Lemahnya akses internet ini juga dikeluhkan SMAN 1 Bintan Pesisir, Pulau Numbing, Kepulauan Riau. Guru di sekolah tersebut, Nurjaman, mengaku kesulitan menyediakan akses internet yang memadai ke semua warga sekolah. “Hanya guru dan ruang lab komputer saja yang dipasang internet,” kata Nurjaman.

Pasalnya, penggunaan laptop yang tidak dibarengi dengan koneksi internet memadai akan membuat penggunaannya tidak optimal.

 

Catatan koreksi:

Berita ini telah mengalami revisi tulisan pada Jumat 6 Agustus 2021 pukul 20.21 WIB karena kesalahan pencantuman estimasi harga laptop. Atas kesalahan tersebut, redaksi meminta maaf. 

Friski Riana

Lulus dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana pada 2013. Bergabung dengan Tempo pada 2015 di desk hukum. Kini menulis untuk desk jeda yang mencakup isu gaya hidup, hobi, dan tren. Pernah terlibat dalam proyek liputan Round Earth Media dari International Women’s Media Foundation dan menulis tentang tantangan berkarier para difabel.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus