Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Bangkai Paus Penuh Plastik, Kemenko Maritim: Aturan Masih Lembek

Bangkai paus sperma yang isi perutnya terdapat hampir enam kilogram sampah plastik dan sandal jepit mati terdampar di Wakatobi, pekan lalu.

22 November 2018 | 12.35 WIB

Seorang pria mengamati bangkai paus yang terdampar dengan plastik di dalam perutnya di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin, 19 November 2018.  Isi perut bangkai paus sperma (Physeter macrocephalus) yang ditemukan terdampar di Pulau Kapota ini berisi sampah plastik. REUTERS/KARTIKA SUMOLANG
Perbesar
Seorang pria mengamati bangkai paus yang terdampar dengan plastik di dalam perutnya di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, Senin, 19 November 2018. Isi perut bangkai paus sperma (Physeter macrocephalus) yang ditemukan terdampar di Pulau Kapota ini berisi sampah plastik. REUTERS/KARTIKA SUMOLANG

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Sharm el Sheikh - Bangkai paus sperma yang isi perutnya terdapat hampir enam kilogram sampah plastik dan sandal jepit mati terdampar di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, akhir pekan lalu. Insiden ini tentunya menjadi "tamparan keras" bagi pemerintah Indonesia yang tidak tegas membatasi penggunaan plastik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Indonesia merupakan negara penghasil sampah terbesar kedua setelah Cina ini. Sebanyak 3,2 juta ton sampah plastik mencemari lautan setiap tahun. Di Konvensi Keanekaragaman Hayati Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berlangsung di Sharm El-Sheikh, Mesir, 13-29 November 2018, sampah plastik sebagai polutan utama lautan menjadi sorotan. Tempo berkesempatan meliput acara tersebut atas dukungan Climate Tracker, jaringan global jurnalis muda peliput iklim yang beranggotakan 10 ribu jurnalis.

Organisasi non-pemerintah yang fokus pada konservasi mendesak semua negara peserta konvensi itu bertindak lebih keras mengatasi polusi sampah plastik di lautan. "Kerja sama lintas negara perlu karena sampah plastik di perairan Indonesia juga datang dari negara lain," kata Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Andri Wahono ditemui Tempo di sela Konvensi Keanekaragaman Hayati PBB di Mesir, Rabu sore waktu Mesir, 21 November 2018.

Paus sperma berukuran 9,5 meter ditemukan terdampar di perairan Desa Kapota Kecamatan Wangiwangi Kabupaten Wakatobi. Paus yang terdampar ini ditemukan sudah mati dan membusuk juga ditemukan sampah plastik seberat 5,9 kilogram dari dalam perut paus. Rosniawanti Fikri/WWF

Menurut Andi, temuan paus menelan plastik di Wakatobi seharusnya digunakan untuk menyadarkan publik soal bahaya plastik untuk satwa di laut. Sampah plastik yang masuk ke laut bisa terbelah menjadi partikel-partikel kecil atau mikroplastik yang membahayakan biota laut.

Mikroplastik juga bisa masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan. Pemerintah, kata dia perlu lebih tegas memberlakukan aturan pembatasan penggunaan plastik. “Dahulu pernah ada program kantong plastik berbayar. Tapi macet dan menuai protes dari pengusaha,” kata Andri.

Kebijakan kantong plastik berbayar itu tak dilengkapi dengan dukungan payung hukum. Kebijakan plastik berbayar telah diujicobakan pada 2016 dan berlaku secara nasional. Tapi, program ini mendapat protes dari para pengusaha ritel.

Kemenko Maritim mengusulkan adanya aturan pembatasan penggunaan plastik secara bertahap melalui Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah. Kemenko Maritim akan mengundang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyampaikan konsep pembatasan penggunaan plastik yang sudah dijalankan dan apa saja yang perlu diperbaiki pada Desember tahun ini.

Menurut Andi, pemerintah berencana mengeluarkan kebijakan pelarangan penggunaan plastik secara bertahap melalui pemberian insentif dan disinsentif untuk pengusaha atau industri ritel. “Kami mau bikin aturan yang lebih komperehensif,” kata dia.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, mengatakan pemerintah akan mengirim surat edaran yang isinya larangan membuang sampah ke laut kepada Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) dan kapal pelayaran lainnya. Kepala Pelabuhan bisa memeriksa apakah kapal-kapal yang melintas membuang sampah atau tidak. “Ini problem nasional. Harus ada gerakan bersama,” kata dia.

Hasil identifikasi tim dari Balai Taman Nasional Wakatobi menunjukkan di dalam perut bangkai paus tersebut ditemukan banyak sampah plastik, kayu, dan karet. Staf World Widlife Fund (WWF) menemukan bangkai paus di Pulau Kapota, Senin, 19 November 2018. Penyebab kematian paus sepanjang 9,5 meter dan lebar 4,37 meter belum teridentifikasi.

Hasil identifikasi tim tersebut menemukan sampah di dalam perut paus, di antaranya gelas plastik seberat 750 gram atau 115 gelas, 140 gram plastik, 150 gram botol plastik, 260 gram kantong plastik. Selain itu terdapat sampah kayu seberat 740 gram, dua sandal jepit, 200 karung nilon, 3,2 kilogram tali rafia. “Total mencapai 5,9 kilogram,” kata Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi Heri Santoso dalam keterangannya.

Simak kabar terbaru seputar bangkai paus sperma di Wakatobi hanya di kanal Tekno Tempo.co.

Shinta Maharani

Lulus dari Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN Yogyakarta. Menjadi Koresponden Tempo untuk wilayah Yogyakarta sejak 2014. Meminati isu gender, keberagaman, kelompok minoritas, dan hak asasi manusia

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus