Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan BPPT akan memasang peralatan deteksi dini tsunami di sekitar selatan Pulau Jawa dan Bali, mulai dari Buoy Generasi 4, Ocean Bottom Unit (OBU), Mooring Line hingga Sinker.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KR Baruna Jaya III ini akan membawa peralatan deteksi dini tsunami (buoy tsunami), yang terdiri dari Buoy Generasi 4, Ocean Bottom Unit (OBU), Mooring Line dan Sinker serta peralatan pendukung lainnya untuk disebar di sekitar selatan Pulau Jawa dan Bali," ujar Hammam dalam acara Pelepasan Kapal Riset Baruna Jaya III Program InaTEWS 2019 di Denpasar, Bali, Rabu, 11 Desember 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Empat buoy tsunami itu akan dipasang di selatan Pulau Jawa, sedangkan dua Kabel Bawah Laut atau Cable Based Tsunameter (CBT) akan dipasang di kawasan Gunung Anak Krakatau (GAK) dan perairan Mentawai.
Hingga 26 Desember KR Baruna Jaya III akan melakukan serangkaian perjalanan untuk memasang empat buoy yang dimulai dari Pelabuhan Surabaya menuju Pelabuhan Benoa. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan buoy Indonesia tsunami early warning system (Ina-TEWS) di selatan Pulau Jawa.
"Pada tahun 2019 ini, kami memasang empat buoy tsunami dan dua alat deteksi tsunami berbasis kabel atau Indonesia Cable Based Tsunameter (Ina – CBT). Salah satu lokasi pemasangan Ina-CBT di lokasi sekitar Kawasan Gunung Anak Krakatau," jelas Hammam. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya mitigasi sekaligus reduksi risiko bencana.
Hammam mengatakan BPPT berkomitmen untuk mendorong terwujudnya cita-cita pemerintah dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu mengantisipasi bencana alam sejak dini. "Ini satu inovasi teknologi BPPT di bidang kebencanaan sekaligus sebagai bentuk mitigasi dan reduksi risiko bencana, agar dapat mengurangi korban jiwa dan kerusakan harta benda apabila terjadi letusan Gunung Anak Krakatau yang memicu terjadinya tsunami," kata Hammam.
Pelepasan KR Baruna Jaya III ini dipimpin secara langsung oleh Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro.
Dalam Rapat Terbatas tentang Peningkatan Kesiagaan Menghadapi Bencana yang diadakan di Kantor Presiden Jakarta pada 14 Januari 2019, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan agar dilakukan evaluasi, pengecekan lapangan, pengujian, dan pengorganisasian pada Sistem Peringatan Dini tsunami.
Langkah-langkah itu harus dilakukan agar ke depannya rakyat dapat mengetahui secara dini terjadinya bencana alam. Ini tentunya akan semakin meminimalisir jumlah korban dari bencana alam yang terjadi.
Hammam menjelaskan, khusus untuk Sistem Peringatan Dini Tsunami (Tsunami Early Warning System), BPPT bekerja sama dengan sejumlah lembaga pemerintah, yakni Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) serta Badan Informasi Geospasial (BIG).
Selain itu, langkah ini diinisiasi oleh Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi serta Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). "Kami bersinergi untuk mewujudkan Sistem Peringatan Dini Tsunami yang terorganisasi, yang andal, yang modern, yang mampu menjawab harapan Presiden," tutur Hammam.
Sebelumnya, bencana tsunami yang terjadi di sekitar perairan Selat Sunda, pada 22 Desember 2018 mengejutkan masyarakat Indonesia karena tsunami tersebut terjadi tanpa didahului oleh bencana gempa bumi. Hal ini akhirnya berdampak pada tewasnya 429 orang.
Melihat bencana tsunami yang terjadi secara tiba-tiba itu, BPPT menyiapkan teknologi alat deteksi dini tsunami atau Indonesia tsunami early warning system (Ina-TEWS) sebagai upaya mengurangi kerugian material dan jiwa. Ini sudah dimulai pada 10 April 2019 dengan BPPT menyebar alat deteksi tsunami buoy yang dinamakan 'Buoy Merah Putih' di kawasan Gunung Anak Krakatau.