Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Sains

Negara Antariksa Asgardia Terinspirasi dari Kediaman Dewa Thor  

Asgardia, negara antariksa, terinspirasi dari kediaman dewa petir Thor.

14 Juni 2017 | 16.49 WIB

Lambang negara antariksa Asgardia. (Asgardia.space)
Perbesar
Lambang negara antariksa Asgardia. (Asgardia.space)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Asgardia, negara antariksa, terinspirasi dari kediaman dewa petir Thor. Dalam mitologi Nordik, kampung Thor tersebut bernama Asgard. Si janggut berambut merah ini adalah putra Dewa Odin.

Baca: Temuan Antariksa Baru: Planet Raksasa Bercincin Mirip Saturnus

Dalam film Thor (2011), Asgard digambarkan sebagai tempat gedung-gedung berdesain futuristik. Kerajaan Asgard sendiri adalah gedung pencakar langit berbentuk segitiga berwarna emas.


Asgard, rumah para dewa-dewa Nord. (Wikipedia)

Menurut kepala tim dan pencetus konsep Asgardia, Igor Ashurbeyli, tempat ini akan menjadi lokasi yang demokratis. "Tiap individu dapat mengembangkan teknologi luar angkasa temuan mereka di sini," ujarnya, seperti dilansir laman Space.

Ashurbeyli adalah ilmuwan yang mendirikan perusahaan teknologi Socium Holding. Asgardia merupakan salah satu proyek perusahaan yang memiliki lebih dari 10 ribu karyawan di 30 perusahaan di seluruh dunia itu.

Sudah ada setengah juta penduduk bumi yang mendaftar menjadi warga negara antariksa pertama itu. Sejak diumumkan oleh sekelompok miliuner Rusia dan ilmuwan di Paris, Prancis, Oktober tahun lalu, antusiasme yang tinggi itu menuntut pengelola Asgardia mengubah konstitusi seleksi warga.

Baca: Balon Antariksa NASA Mulai Jalankan Misinya

Kini, seperti dikutip dari laman situs asgardia.space, pengelola Asgardia lebih ketat dan selektif dalam memilih warga negara mereka. Asgardia tidak akan memberikan warga negara bagi orang yang pelit memberikan informasi data diri. Dan menolak warga negara non-manusia misalnya robot dan hewan.

Tim Asgradia sudah hampir selesai memverifikasi 200 ribu lebih calon warga negara mereka yang datang dari sekitar 200 negara. Calon warna negara antariksa Asgardia yang lolos verifikasi nanti akhirnya bisa mengantongi Sertifikat Asgardia. Tiap Asgardian, sebutan bagi warga negara, nantinya juga diminta memberikan suaranya untuk perumusan dasar konstitusi Asgardia.


Igor Ashurbeyli, pendiri negara antariksa Asgardia. (ashurbeyli.eu.com)

Oktober tahun lalu, para pemimpin proyek Asgardia membahas tempat tinggal futuristik yang dapat menampung 150 juta jiwa dalam sebuah konferensi pers di Paris, Prancis. Satelit pertama Asgardia rencananya akan diluncurkan pada tahun ini, awal dari sebuah proyek jangka panjang.

Warga dunia sudah dapat melamar untuk menjadi satu dari 100 ribu warga pertama melalui laman situs web asgardia.space. Setelah terpilih nanti, tiap warga harus memenuhi semua persyaratan untuk menjadi warga bangsa Asgardia. Salah satunya harus berasal dari negara yang memperbolehkan memiliki status dwi-kewarganegaraan.

Ashurbeyli mengatakan pesawat induk Asgardia akan terbang di bawah ataupun di luar orbit bumi. Untuk menjadikan negara-bangsa ruang angkasa ini diakui, dia dan tim setidaknya membutuhkan puluhan ribu warga sebelum mereka mendaftarkan diri sebagai sebuah negara ke Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).

Baca: Kapal Kargo Nirawak Cygnus Bawa Pasokan ke Stasiun Antariksa ISS

Meski begitu, tak semua warga Asgardia wajib hidup di negara antariksa tersebut, layaknya penduduk bumi lain yang tinggal di luar negara mereka. "Kini, desain bendera dan lambang negara sedang disiapkan," ujarnya.


Lambang bendera negara antariksa Asgardia. (asgardia.space)

Bangsa Asgardia, menurut Ashurbeyli, dibentuk untuk melayani tugas-tugas kemanusiaan dan perdamaian di ruang angkasa. Ia berharap 2 persen dari populasi umur produktif dan kreatif di bumi (sekitar 150 juta) dapat bergabung menjadi warga Asgardia. Dan, status warga negara akan diberikan kepada siapa pun yang mengembangkan dan berinvestasi dalam teknologi antariksa.

"Asgardia merupakan refleksi cermin dari bumi di ruang angkasa tanpa batas. Tak ada kendala agama dan batas negara, sebagai individu yang independen, bukan mewakili negara," ucap Ashurbeyli.

Ram Jakhu, Direktur Institut Hukum Udara dan Ruang Angkasa Universitas McGill di Montreal, Kanada, sekaligus tim ahli hukum Asgardia, mengatakan harus ada empat elemen agar Asgardia diakui PBB sebagai negara. Keempat elemen tersebut adalah para penghuni, sistem pemerintahan, infrastruktur pesawat induk ruang angkasanya sebagai fungsi negara, serta pengakuan negara-negara anggota PBB.

Baca: Setelah 6 Bulan di Orbit, 3 Kru Antariksa Mendarat di Kazakhstan

"Visi Asgardia sangat jelas: pertama, membantu melindungi bumi dari serangan ruang angkasa ataupun asteroid. Kedua, membuka akses ke negara yang tak memiliki infrastruktur untuk dapat pergi ke antariksa," kata Jakhu. Menariknya, para pelamar tak harus membayar uang sepeser pun untuk pengajuan aplikasi kewarganegaraan ataupun pembangunan satelit pertama.


Ilustrasi pesawat induk negara antariksa Asgardia. (Live Science)

Satelit pertama akan meluncur dari negara dengan pengalaman ruang angkasa. Tapi peluncuran pesawat induk Asgardia, menurut Ashurbeyli, akan dilakukan di negara berkembang yang tak menandatangani Perjanjian Ruang Angkasa.

Perjanjian internasional yang lahir selama era Perang Dingin 1967 ini mengharuskan semua aktivitas ruang angkasa dilakukan oleh negara, bukan perorangan ataupun swasta. Ini jelas tak sesuai dengan semangat tim Asgardia yang tak ingin melibatkan negara dalam membentuk negara-bangsa ruang angkasa pertama di bumi.

Baca: Suara Asing di Permukaan Pesawat Antariksa, Karena Alien?

Anggota tim proyek Asgardia, Joseph Pelton, mengatakan negara-bangsa Asgardia juga akan melindungi bumi dari asteroid dan debu antariksa. "Bumi membutuhkan pesawat ruang angkasa yang besar untuk pertahanan dari semua hal tersebut," ujar pria yang juga direktur emeritus Badan Penelitian Ruang Angkasa dan Sistem Komunikasi Lanjutan Universitas George Washington itu.

ASGARDIA SPACE | SPACE | AMRI MAHBUB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Amri Mahbub

Amri Mahbub

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus