Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Roket Falcon 9 terbakar saat diluncurkan dari landasan di Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, September tahun lalu. Namun SpaceX, produsen roket pakai-ulang itu, tak kapok. Malah perusahaan eksplorasi luar angkasa milik miliuner Elon Musk itu bakal menambah frekuensi peluncuran Falcon 9 tahun ini.
Aktivitas peluncuran SpaceX sempat dihentikan sementara menyusul kecelakaan dalam sesi uji coba rutin Falcon 9, lima bulan lalu itu. Insiden tersebut menghancurkan Amos-6, satelit komunikasi Israel senilai US$ 200 juta atau Rp 2,6 triliun. Situs peluncuran juga berantakan. Sejak itu, SpaceX baru meluncurkan satu roket pada pertengahan bulan lalu.
SpaceX masih menyimpan rencana ambisius. Kerusakan landasan di Cape Canaveral kini sedang diperbaiki. Fasilitas peluncuran baru Space X di Kennedy Space Center, sebelah utara Cape Canaveral, diperkirakan rampung pekan ini. “Kami bisa meluncurkan roket setiap 2-3 pekan,” kata Presiden SpaceX Gwynne Shotwell kepada Reuters, pekan lalu.
Selain di Cape Canaveral, SpaceX mengoperasikan fasilitas peluncuran di Pangkalan Udara Venderberg, California. Perusahaan itu juga tengah membangun situs peluncuran keempat di Texas. Pada 18 Februari, SpaceX akan mengirim kapsul kargo Dragon dengan muatan seberat 2,5 ton ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).
Menurut Shotwell, ongkos perbaikan landasan yang rusak sebenarnya lebih murah ketimbang membangun fasilitas peluncuran baru yang mencapai US$ 100 juta atau Rp 1,3 triliun. Jika jadwal peluncuran terpenuhi, ini bakal menjadi misi SpaceX dengan frekuensi operasional tercepat sejak roket Falcon 9 dirilis pada 2010.
Falcon 9 merupakan roket pakai-ulang yang sukses. Wahana ini menjadi alat transportasi ke orbit bumi yang lebih murah dibandingkan metode peluncuran roket sekali pakai. Ongkos Falcon 9 untuk sekali perjalanan sebesar US$ 62-140 juta atau Rp 825 miliar hingga Rp 1,8 triliun. Ongkos ini jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya operasional Sistem Peluncuran Roket (SLS) yang dipakai Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Januari lalu, Falcon 9 terbang mengirim 10 satelit milik perusahaan komunikasi Iridium ke orbit bumi. Wahana itu berhasil mendarat kembali di bumi. Ini adalah pendaratan mulus ketujuh yang dilakukan Falcon 9. Sejauh ini, Falcon 9 baru mengalami dua kegagalan dari 29 misi.
Namun SpaceX masih berkutat mengatasi masalah retakan yang ditemukan di roket Falcon 9. Para teknisi menemukan dua jenis retakan ketika mereka menguji mesin Merlin pada 2015. Shotwell meyakini retakan ini tak ada hubungannya dengan meledaknya Falcon 9 pada September lalu.
Masalah tersebut membuat NASA dan Angkatan Udara Amerika waspada dan meminta SpaceX memperbaikinya. Menurut Shotwell, SpaceX akan merancang ulang roda turbin di mesin. Perangkat baru ini akan dipasang pada November, sebelum uji terbang dengan para astronaut. Selain di bagian peluncur, SpaceX bakal memperbaiki rancangan sambungan dan selubung roket.
Transportasi luar angkasa menjadi bisnis besar bagi SpaceX. Tahun ini, perusahaan tersebut akan meluncurkan 27 roket yang membawa satelit ke orbit bumi. SpaceX memiliki daftar antrean berisi lebih dari 70 misi dengan nilai di atas US$ 10 miliar atau Rp 134 triliun. Selain itu, NASA menyewa SpaceX untuk mengirim para astronautnya ke ISS mulai tahun depan.
Federasi Pesawat Luar Angkasa Komersial—organisasi yang menaungi pembuat roket seperti SpaceX dan Blue Origin, perusahaan yang didirikan bos Amazon.com Jeff Bezos—menyatakan bakal menyokong sistem peluncuran NASA. Federasi yakin bisa mengembangkan kemampuan peluncuran sama baiknya dengan SLS tapi dengan biaya jauh lebih murah.
Menurut Ketua Federasi Alan Stern, hal tersebut memungkinkan perusahaan eksplorasi komersial mengembangkan bisnis luar angkasa, termasuk pertambangan di bulan dan asteroid. “Kami berpikir untuk jangka panjang. Ini jelas keuntungan besar dalam ekspansi bisnis penerbangan luar angkasa.”
REUTERS | SPACE | THE VERGE | GABRIEL YOGA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini