"Semua warga di empat desa sekitar tambang mendukung aksi ini. Kami berharap aparat tidak memandang aksi ini sebagai aksi kejahatan. Ini hanya upaya kami untuk memperoleh sedikit dari hasil bumi nenek moyang kami," ujar Syaruddin Syarif, salah seorang yang mengaku perutusan untuk menyampaikan masalah ini ke DPRD Riau di Pekanbaru, Sabtu (8/6). Menurut Syaruddin, aksi pemblokiran dua kawasan penambangan minyak itu, dimotori oleh para pemuda Sepasir Putih. Aksi ini, akan mereka hentikan apabila ada kesepakatan untuk mempekerjakan warga sekitar, khususnya para pemuda putus sekolah, akibat krisis yang berkepanjangan. Menurut Syaruddin, kecuali menutup jalan masuk ke arah penambangan minyak, mereka juga mematikan seluruh aliran listrik. "Tidak tertutup kemungkinan aksi pemblokiran ini berakhir dengan pembakaran. Tapi, sekali lagi, kami juga tetap menginginkan penyelesaian lewat negoisasi," ujar Syaruddin, yang mengaku kecewa akibat tidak dapat bertemu dengan pimpinan DPRD Riau.
Ditempat terpisah, juru bicara PT Caltex Pacific Indonesia, Poedyo Oetomo, menyatakan bahwa akibat aksi ini pihaknya mengalami kerugian delapan ribu barel. Poedyo merinci, setiap hari kerugiannya mencapai seribu barel. "Untuk mempekerjakan seluruh warga itu tidak mungkin. Tapi kami akan tetap melakukan pendekatan negoisaasi. Kedua kawasan tambang itu kini tertutup total," ujar Poedya sembari menyebut bahwa selama ini, pihaknya sudah mempekerjakan sekitar 12 warga sekitar.
Poedyo mengatakan, pihaknya bersama aparat keamanan hingga kini masih berupaya mencari solusi yang terbaik. Namum, jika seandainya negoisasi tetap buntu, Poedyo menyebut, pihaknya akan sepenuhnya menyerahkan masalah ini kepada aparat keamanan "Walau bagaimana, kedua kawasan itu, juga adalah aset negara," kata Poedyo.
Senada dengan pihak PT CPI, pihak Polda Riau melalui juru bicaranya, Ajun Komisaris Besar (Pol.) S Pandiangan, menyebut bahwa hingga kini masih dilakukan perundingan dengan warga. Pandiangan menyebut, latar belakang pemblokiran ini murni keinginan warga untuk ikut dipekerjakan di lokasi tambang. "Aksi itu jelas tidak ditunggangi pihak luar," kata dia.
Menurut Pandiangan, hingga kini pihaknya belum berpikir untuk melakukan tindakan tegas dalam menyelesaikan aksi pemblokiran itu. "Kami masih tetap berkoordinasi dengan pihak PT CPI," ujarnya.
Menurut catatan PT CPI, sepanjang tahun 2000 hingga pertengahan 2001, aksi sejenis sudah mereka alami sebanyak lima kali. Akibatnya, PT CPI kehilangan pemasukan sekitar 5 hingga 7 persen dengan kerugian mencapai US$ 300 juta. Hal ini disebabkan terganggunya kelancaran produksi mereka. (Jupernalis Samosir)