”Tapi kalau other things being equal atau hal-hal lain itu biasa-biasa saja sebaiknya tetap 1 Agustus mendatang,” ujar Amien kepada pers usai memimpin rapat pimpinan MPR, Panitia Ad Hoc (PAH) I, II dan Khusus, Kamis (21/6) di Gedung Nusantara III Komplek DPR, Jakarta.
Dikatakan, pihaknya tidak akan melakukan percepatan SI MPR jika selama dua bulan persiapan SI MPR sejak ditetapkan pada Rapat Paripurna tanggal 30 Mei lalu tidak terjadi perubahan sosial-politik yang bersifat sangat kritis. Sebagai Ketua MPR, ujar dia, ia cenderung bersabar menunggu sampai 1 Agustus mendatang. ”Kecuali kalau ada hal-hal eskalatif yang menggoyahkan stabilitas nasional tentu kita akan berpikir ulang bisa mengambil keputusan yang tepat,” ungkapnya
Pada pertemuan yang berlangsung tertutup itu mengemuka rencana percepatan SI MPR dari waktu yang telah ditetapkan. Peserta rapat setuju menunggu waktu 1 Agustus 2001 dengan syarat tidak terjadi gejolak politik nasional. Pihaknya berharapk tidak ada perubahan-perubahan signifikan atau eskalasi perubahan politik. ”Jadi semuanya masih open-ended,” tutur Amien.
Amien menjelaskan, sampai kini pihaknya belum memutuskan rencana percepatan SI MPR. Karena yang bisa melakukan ”penyegeraan”, katanya, adalah institusi Badan Pekerja (BP) MPR. ”BP MPR merupakan institusi yang mewakili 11 fraksi di MPR yang dapat menentukan apakah perlu adanya penyegeraan SI MPR atau tidak,” katanya.
Pada kesempatan itu, pimpinan MPR masih memonitor proses tugas-tugas PAH I, II dan Khusus. Dalam waktu dekat merupakan tugas-tugas PAH I, II dan Khusus memasuki masa-masa akhir kerja. Untuk itu, dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan informal konsultasi pimpinan MPR dan ketua-ketua fraksi untuk mencari kemungkinan mempercepat rapat paripurna Badan Pekerja MPR.
Besok pukul 14.00 WIB, usai salat Jumat, akan diadakan kembali pertemuan pimpinan MPR. Rapat akan meminta pendapat Sutjipto yang tidak hadir hari ini karena berhalangan. ”Sebagai Wakil Ketua MPR yang memiliki kursi terbanyak di majelis, kita perlu meminta pendapatnya,” tuturnya. (Johny Sitorus)