Akbar berpendapat, sikap yang ditempuh MPR untuk memberhentikan Presiden Wahid jika tidak bersedia hadir, akan diputuskan pada hari itu juga. Hal itu tergantung dari kesepakatan MPR dalam menilai apakah ketidakhadiran merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan melecehkan MPR.
Dikatakan, apabila ketidakhadiran Gus Dur di gedung Nusantara MPR dapat dinilai tidak bertanggung jawab kepada Lembaga Tertinggi Negara, maka pada saat itu juga MPR dapat langsung memberhentikan Presiden Wahid. Selanjutnya, MPR akan segera melaksanakan penetapan Presiden yang baru, yaitu Megawati Soekarnoputri. “Bila sudah diputuskan Presiden baru, sudah otomatis presiden yang lama berhenti. Karena tidak mungkin kita memiliki Presiden kembar,” ujar Akbar.
Lantas, bagaimana seandainya Presiden Wahid tetap bertahan di Istana Negara? Akbar menjawab, Gus Dur tidak dapat tinggal di istana negara, karena menurut dia, seluruh Lembaga Negara harus menghormati konstitusi. Ia menilai, apabila Gus Dur telah diberhentikan, pimpinan MPR dapat memberitahu dengan datang langsung ke Istana Negara, bahwa telah terjadi pergantian pimpinan nasional. “Beliau (Gus Dur-red) harus mengikuti konstitusi. Saya kira MPR akan bertindak persuasif untuk memberi penghormatan kepada Gus Dur sebagai mantan Kepala Negara,” Katanya.
Menanggapi ancaman dekrit keadaan bahaya oleh Presiden Wahid, Akbar menganggap rencana itu tidak akan efektif untuk dilaksanakan. “Dekrit itu tidak efektif, karena MPR dan aparat keamanan menganggap hal itu tidak sejalan dengan konstitusi,” kata Akbar. (Jhonny Sitorus)