Komite tersebut menjelaskan, faktanya pemerintah Indonesia tidak menempatkan antisipasi terhadap tindak penganiayaan sebagai prioritas. Indonesia juga masih memiliki banyak pekerjaan rumah, seperti reformasi dalam sistem hukum yang mendukung tindakan pembelaan diri terhadap penganiyaan. Pemerintah Indonesia harus menciptakan sistem yang independen untuk menyelidiki pengaduan-pengaduan tentang penganiyaan, tutur Felice Gaer, anggota komite yang juga pakar hukum asal Amerika Serikat.
Gaer mengatakan, komite itu juga prihatin dengan masalah pengampunan terhadap pelaku tindak kekerasan di Indonesia. Itu didasari fakta sedikitnya kemajuan dalam mengadili anggota militer, oknum polisi dan aparat keamanan lainnya. Meskipun pemerintah membentuk Konvensi untuk Tindak Kekerasan, banyak dugaan masih adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian, khususnya oleh Brimob. Hal itu juga dilakukan kelompok-kelompok militer yang dikabarkan memiliki berhubungan erat dengan pemerintah.
Gaer mengatakan, komite menyadari bahwa Indonesia tengah berada dalam proses demokratisasi. Karenanya, kami mengungkapkan keprihatinan ini sebagai suatu wacana, kata dia. Namun, ia meminta pemerintah tetap konsisten dalam melaksanakan reformasi total di Indonesia. Ini termasuk pemberian jaminan kebebasan bagi Komnas HAM dalam melakukan aktivitasnya sebagai lembaga penegak HAM.
Komite juga mendesak agar pemerintah bisa menjamin dilaksanakannya pengadilan HAM untuk Timor Timur, terkait masalah pembunuhan yang terjadi pasca jajak pendapat tahun 1999 lalu. (Reuters/Sri Wahyuni)