Dikatakan Syamsul, dia jarang mendengar berita yang mem-blow-up operasi kemanusiaan. Ditambahkan, bahwa hal itu merupakan konsekuensi dari model pemberitaan dan sampai sekarang belum ada pembatasan yang spesifik bagi media dalam memberitakan Aceh. "Saya harap tidak ada pelarangan secara khusus. Kecuali LSM dan orang asing harus melalui prosedur," ujarnya.
Ia hanya menghimbau agar pers nasional turut serta dalam menyukseskan operasi Aceh ini. Syamsul mencontohkan bahwa pers lebih senang memberitakan kekerasan di Aceh daripada misi kemanusiaan. "Tentara justru minta dikontrol, bukan dipojokkan," katanya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah tidak akan membelenggu pers untuk membuat berita, tetapi ia meminta pers tidak mengembangkan berita yang provokatif. "Jangan hanya memuat pernyataan Sofyan Daud bahwa TNI menembak sipil dan itu menjadi kebenaran," katanya.
Syamsul kemudian mengutip UUD 45 pasal 27 ayat 3 yang mengatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. "Ketentuan tersebut belaku juga bagi wartawan Indonesia," katanya. Jurnalisme patriotis dalam arti positif dapat dibenarkan dalam rangka membela negara demi keutuhan NKRI. Ia mengatakan bahwa ketentuan ini hanya berlaku di Aceh.
Sesuai dengan undang-udang darurat, kata Syamsul, penguasa darurat militer bisa melakukan pelarangan terhadap media atau wartawan untuk melakukan peliputan. "Sampai saat ini belum dilakukan karena masih menghormati kebebasan pers," ujarnya.
Menanggapi peran pers sebagai alat kontrol pelaksanaan operasi, Syamsul mengatakan bahwa pemerintah pun akan menindak pelanggaran yang dilakukan militer. "Jangan beranggapan bahwa tentara menembak sipil itu dibiarkan," katanya. Ia mengatakan bahwa sudah saatnya semua pihak menyamakan persepsi tentang operasi terpadu di Aceh ini.
Sementara itu, Komisi I DPR RI sepakat dengan Menteri Syamsul Muarif untuk lebih menyamakan persepsi dengan media dalam memberitakan Aceh. Anggota komisi I DPR, Effendi Choirie mengatakan bahwa jurnalisme patriotik muncul ketika dewan melakukan rapat dengan panglima TNI. Ia berharap menteri melakukan koordinasi dengan pemimpin media nasional. Effendi menyayangkan tayangan TVRI yang jelas-jelas membuat pemerintah terpojok dalam operasi itu. Dalam suatu talk show, ia melihat TVRI menghadirkan empat pembicara yang mengkritisi operasi Aceh. Ia sepakat bahwa TVRI harus diorientasikan untuk kepentingan publik, namun ia juga menilai bahwa TVRI hendaknya turut menyuarakan dukungan kepada pemerintah. (Yandi-TNR)