Kenaikan tarif jalan tol sebesar 25 persen harus dilihat dalam skala yang lebih luas. Walaupun ada beberapa pihak yang berkeberatan terhadap kenaikan itu, pemerintah akhirnya harus mengambil keputusan untuk menyeimbangkan berbagai harapan baik dari masyarakat maupun dari investor. Demikian hal ini dikatakan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Soenarno di edung MPR/DPR, Rabu (11/6).
Seperti diketahui pemerintah melalui Keputusan Presiden No 36 Tahun 2003 memutuskan terhitung hari Rabu (11/6) pukul 00.00 wib tarif tol naik sebesar 25 persen. Kenaikan ini mendapat keberatan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Alasannya selain bertentangan dengan Undang-Undang No 13 Tahun 1980 tentang jalan dan hal itu belum disosialisasikan.
Soenarno membantah bila kenaikan itu belum tersosialisasikan. Saya rasa sosialisasinya sudah lama. Kita sudah membahasnya dengan para wartawan waktu itu setahun yang lalu, tegasnya. Bahkan menurutnya YLKI juga terlibat dalam pembahasan masal ini.
Pemerintah menurut Soenarno memutuskan untuk menaikan tarif tol agar operator yang ada saat ini tidak mengalami kesulitan keuangan. Ia menegaskan jika kondisi ini dibiarkan akan memberatkan bagi para operator jalan tol itu. Konsekuensinya pemerintah harus mengambilalih pengelolaan jalan tol tersebut dengan mengambil dana dari APBN.
Kalau disedot kesitu semua maka daerah lain dikawasan timur diluar pulau Jawa tidak akan mendapat giliran pembangunan jalan, ujarnya. Lebih lanjut, ia menambahkan ini akan memberatkan masyarakat luas dari pada hanya sekedar kepada mereka yang memiliki kemampuan untuk membayar kenaikan tarif tol itu. Ini kaitannya harus dilihat dalam skala yang lebih luas, seluruh Indonesia, ujar Soenarno
(Edy Can TNR)