TEMPO Interaktif, Jakarta:Duapuluh satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Solidaritas Nasional untuk Bululumba akan menggugat Kepolisan RI (Polri) lewat Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar. Gugatan itu akan diajukan karena mereka kecewa atas ketidakseriusan Polri dalam mengusut penyerbuan dan penembakan oleh polisi terhadap para petani di Bulukumba, Senin 21 Juli lalu.
Legal opinion adalah upaya akhir kami melakukan perlawan atas kesewenang-wenangan ini. Semoga mereka bisa serius menghadapi kasus yang menyebabkan korban jiwa tersebut, kata Erwin Usman, salah seorang aktivis LSM dari Walhi usai aksi unjuk rasa di Mabes Polri Jakarta, Senin sore (4/5).
Bersama puluhan orang lainnya, Erwin menggelar unjuk rasa di halaman depan Mabes Polri. Namun, para peserta aksi yang berniat bertemu langsung dengan Kapolri harus kecewa karena mereka hanya diterima Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Zainuri Lubis.
Dalam gugatannya, ke21 LSM tersebut akan menunjuk para pengacara dari lima lembaga sebagai kuasa hukum. Kelima lembaga itu adalah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Elsam, Kontras, dan Tapal.
Menurut Usman, ketidakseriusan itu terlihat pada keengganan menemui mereka meski sudah dua kali menggelar aksi unjuk rasa dan audiensi. Dalam audiensi pertama, pihak yang diutus menemui mereka adalah Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Edward Aritonang dan aksi kedua Kombes Zainuri Lubis.
Keduannya bukan penentu kebijakan dan pasti hanya mengedepankan bahasa menampung. Padahal ini menyangkut persoalan pelanggaran dan kesewenangan aparat setingkat Polda dan tiga Polres, Usman menuturkan. Empat institusi Polri yang tesangkut dalam peristiwa itu yakni Polda Sulawesi Selatan, Polres Bulukumba, Polres Bantaeng, dan Polres Sinjai.
Dalam aksi tersebut, para peserta aksi menyampaikan tuntutan agar pemerintah mencabut izin hak guna usaha dan izin berusaha PT London Sumatra Indoesia Tbk. Tuntutan disampaikan karena banyaknya korban yang ditimbulkan dalam kejadian itu demi lancarnya usaha mereka. Mereka juga merekomendasikan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk mencatat peristiwa itu sebagai pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam aksinya mereka juga menyampaikan kronolgi terjadinya kekerasan dan penembakan. Peritiwa yang terjadi pada pukul 08.00 Senin (21/7) lalu itu berawal dari kegigihan para petani mempertahankan lahan mereka yang hedak diambil alih oleh perusahaan perkebunan PT London Sumatra Indonesia Tbk.
Jumlah warga sekitar 1.500 orang dan berkumpul di Kampung Ganta, Desa Bonto Biraeng, Kecamatan Garang Kajang. Pukul 13.00 WIB, 12 orang personel Polres Bulukamba dipimpin Wakapolres Bulukumba AKP Gatot Budi Wiwono dan diukung 230 personel Brimob melakukan peyerbuan dan penembakan, Usman menuturkan. Akibatnya, seorang tewas di tempat dan lima lainnya luka-luka karena tertembak. (Ecep S YasaTempo News Room)