Hal itu dikatakan Djatun dalam seminar dengan tema pertumbuhan nasional di Jakarta, Selasa (16/9). Karena itu, menurut Djatun, Sudah seharusnya jika daya saing mikro ditingkatkan untuk menopang petumbuhan makro ekonomi Indonesia.
Menurut Menteri, membaiknya kondisi makro yang ditandai menguatnya nilai tukar rupiah, tak akan bertahan lama jika sektor dunia usahanya tak berjalan. Untuk memperbaikinya, kata Djatun, dunia usaha perlu menambah produktivitasnya. "Tidak hanya sumber daya manusianya, tapi juga prasarana seperti kondisi jalan, listrik, dan produktivitas pelabuhan," katanya.
Selain itu perlu juga ada perbaikan produksi dengan mengganti mesin-mesin di pabrik yang kondisinya tidak ideal lagi. "Karena (mesin yang jelek) akan menimbulkan ongkos ekonomi yang besar," katanya. Kesalahan penggunaan mesin yang menyalahi prosedur juga disoroti Djatun sebagai pemicu rendahnya produktivitas.
Karena, kata Djatun, selama ini Indonesia selalui dinilai rendah dalam hal produktivitas nasional. Laporan Global Competitiveness Report menyebut peringkat Indonesia menurun menjadi urutan ke-67 pada 2002, dari ke-64 pada tahun sebelumnya. Indeks daya saing mikro juga menurun dari urutan ke-55 pada 2001 menjadi 64 pada 2002. "Ini perlu diantisipasi untuk menutup arah pembangunan 2004," katanya.
Ia menilai kunci produktifitas akan meningkat jika pembangunan difokuskan di kabupaten dan kota. Fokus pembangunan itu, katanya, juga seiring dengan pemberlakukan desentralisasi fiskal. Produktifitas yang meningkat, kata Djatun, merupakan syarat Indonesia bisa bersaing di tingkat global.
bagja hidayat/TNR