Prediksi ini didasarkan pada kemungkinan permintaan tenaga kerja dari sektor usaha akan meningkat pada kisaran 3,5 6 persen. Hal ini disampaikan oleh Hamonangan Ritonga, peneliti dari Central for Statistical Services (CSS) pada saat memaparkan pemikirannya mengenai Gambaran Umum Ketenagakerjaan dan Kemiskinan di Indonesia 2004-2005 di Gedung Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (15/10).
Menurut Hamonangan yang akrab dipanggil Monang ini, prediksi pengangguran 2004 didasarkan pada perkiraan situasi ekonomi Indonesia mendatang yang kurang lebih masih mengikuti pola yang sama dengan yang terjadi saat ini. Pertumbuhan ekonomi 2004 akan berkisar 3,8 4,5 persen dan antara 4,2 5,0 persen tahun 2005, kata Monang.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dengan asumsi pertumbuhan tenaga kerja sekitar 2 juta orang per tahun dan angka 0,54 sebagai elastisitas tenaga kerja, maka pertambahan jumlah tenaga kerja 2004 diperkirakan dapat diserap oleh ekonomi bila pertumbuhannya sebesar 4,26 persen.
Penambahan jumlah angkatan kerja tahun 2004 mendatang sedikit tertolong dengan adanya kegiatan musiman yang berkait dengan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2004. Kemungkinan akan ada pertumbuhan permintaan tenaga kerja yang cukup berarti di sektor perdagangan, industri kecil dan rumah tangga, angkutan dan jasa-jasa, katanya.
Untuk 2003 ini, Monang memperkirakan pengangguran terus berlanjut hingga 9,5 persen dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi di bawah 4 persen.
Masalah ketenagakerjaan, selalui menghantui pemerintah Indonesia dari tahun ke tahun. Ketidakmampuan ekonomi untuk menyerap tenaga kerja yang cukup besar jumlahnya dan selalu meningkat tinggi setiap tahunnya, menurut Monang, menjadi salah satu penyebabnya.
Meski Indonesia pernah mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, tapi arah menuju perbaikan kondisi ketenagakerjaan belum terlihat. Ini karena belum ada model politik ekonomi yang bertumpu pada optimalisasi penggunaan tenaga kerja, katanya. Indonesia, jelas Monang, seharusnya mencontoh negara lain seperti Jepang, dimana pemakaian sumber daya manusia benar-benar dioptimalkan. Coba di sini paling berapa jam sih sehari bisa kerja maksimal, katanya.
Dari data yang tersedia, terlihat sejak 1997 2002, penduduk yang bekerja di bawah 35 jam per minggu masih cukup besar yaitu 31 36 persen. Data yang menunjukkan tenaga kerja Indonesia masih banyak yang belum bekerja optimal ini, semakin diperburuk dengan meningkatnya presentase setengah pengangguran terpaksa, dari 10,67 persen menjadi 12 persen tahun 2002.
Krisis ketenagakerjaan ini semakin buruk ketika krisis ekonomi tiba. Ekonomi yang menurun drastis dari 7,82 persen tahun 1996, menjadi 4,70 persen tahun 1997, kemudian 13,13 persen, 1998 dan 0,79 persen 1999. Tahun 2000-2002 pertumbuhannya pun masih rendah dengan rata-rata pertumbuhan dibawah 5 persen per tahun. Kelesuan pasar ini pasti langsung berdampak pada tenaga kerja.
Jumlah angkatan kerja meningkat dari 89,79 juta orang tahun 1997, menjadi 100,78 juta orang tahun 2002. Jumlah ini dengan rata-rata peningkatan sekitar 2 juta orang per tahun. Pertumbuhan angkatan kerja ini tidak bisa diserap seluruhnya oleh pasar sehingga menimbulkan pengangguran terbuka. Menurut catatan CSS, dengan rata-rata pertumbuhan 800 ribu orang per tahun, jumlahnya terus meningkat. Tahun 1997 sekitar 4,18 juta orang, meningkat menjadi 9,13 juta orang 2002. Secara presentase jumlah ini meningkat tajam dari 4,69 persen tahun 1997 menjadi 9,00 persen tahun 2002.
Anastasya Andriarti/Amal Ihsan /TNR