Kepala BP Migas Tubagus Haryono mengatakan dari lima ribu sumur itu bisa menghasilkan minyak sebesar 25 ribu barel per hari. Angka itu berdasarkan asumsi satu sumur bisa mengeksplorasi minyak hingga lima ribu barel per hari.
"Kami berharap nanti semua sumur tua itu bisa dikelola masyarakat melalui koperasi unit desa (KUD) dan BUMD," ujarnya hari ini, Selasa (23/3), di Blora.
Sumur tua merupakan sumur peninggalan Belanda yang dibor sebelum 1970 dan tidak diusahakan oleh kontraktor migas manapun.
Sesuai Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2008, kegiatan mengusahakan dan memproduksi minyak bumi dari sumur tua dapat dilakukan oleh KUD atau BUMN dengan mengajukan proposal kepada Kontraktor Kontrak Kerja Sama.
Menurut Priyono, aturan itu merupakan salah satu upaya agar industri migas bisa langsung menyentuh ke masyarakat. Ia mengatakan sumur tua paling sederhana dalam segi teknologi untuk dikelola oleh masyarakat. "Teknologinya sederhana karena ia tidak berhubungan dengan sumur lainnya," katanya.
Saat ini baru delapan daerah yang mengajukan diri untuk memproduksi sumur tua di wilayahnya. Satu daerah menjadi pilot project dan tujuh lainnya masih dalam tahap menunggu persetujuan Direktur Jenderal Migas.
KUD Wargo Tani Makmur merupakan yang pertama mendapat persetujuan dari pemerintah untuk menggarap 24 sumur tua di struktur Banyubang, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Hasil eksplorasi sumur itu akan diserahkan kepada kontraktor pemilik wilayah itu, Pertamina Eksplorasi dan Produksi (Pertamina EP).
Pertamina EP menyerahkan sumur itu kepada koperasi dengan alasan keekonomian. Sumur tua biasanya hanya menghasilkan minyak sedikit dan tidak memerlukan teknologi yang rumit.
Sebagai balas jasanya, Pertamina memberi imbalan biaya operasi sebesar Rp 1.199 per liter untuk produksi hingga 20 barel per hari atau setara 3,180 liter per hari. Untuk produksi di atas 20 barel akan diberikan insentif sebesar Rp 100 liter untuk setiap kenaikan 20 barel per hari.
Pemberian insentif tersebut akan diberikan sampai maksimal 300 barel per hari. "Tujuan pemberian insentif agar masyarakat semakin meningkatkan produksinya," ujar Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Priyono mengatakan kesepakatan harga diusahakan mendekati harga minyak mentah (crude) di pasar internasional. "Harganya flat sesuai dengan kontrak yang berlaku dua tahun," katanya.
Ketujuh daerah itu yang masih dalam tahap persetujuan dari Direktur Jenderal Migas adalah Kendal (Jawa Tengah), Gresik (Jawa Timur), dua wilayah di Kutai Kartanegara (Kalimantan Timur), dua wilayah di Banyuasin (Sumatera Selatan), dan Musi Banyuasin (Sumatera Selatan).
"Kami masih mempelajari proposal mereka," ujar Dirjen Migas Eviita Legowo. Ia mengatakan potensi minyak di daerah itu bisa mencapai 20 barel hingga 120 barel per hari.
Bupati Blora Yudhi Sanoyo mengatakan penyerahan sumur tua kepada koperasi dan BUMN dapat membantu memperbaiki perekonomian masyarakat. "Sumber daya di wilayah kami sangat besar, tapi sayang masyarakatnya masih banyak yang miskin," katanya.
Kabupaten Blora memiliki sekitar 600-an sumur tua. "Kami berharap nantinya semua sumur itu bisa dikelola oleh masyarakat," ujar Yudhi.
Berdekatan dengan kabupaten itu, terdapat Kabupaten Bojonegoro, Jawa Tengah yang sudah menerapkan terlebih dahulu konsep penggarapan sumur tua melalui koperasi. Seperti di sumur Ngundal Nomor 6 Desa Kedung Rejo yang dioperasikan oleh KUD Karya Sejahtera.
Empat orang pekerja setiap hari bekerja mulai pukul 07.00 hingga 16.00 WIB untuk mendapatkan sekitar satu ton minyak. Hasil dari eksplorasi itu kemudian diserahkan kepada Pertamina EP dengan imbal jasa Rp 1.200 per liter.
"Kami berharap kontrak sumur ini bisa diperpanjang pada Mei 2010," kata Kepala Bendahara KUD Karya Sejahtera Daryono.
Ia mengatakan sumur tua tersebut mulai berproduksi pada Agustus 2008 setelah penandatanganan kontrak 1 bulan sebelumnya. Koperasi itu membutuhkan modal sekitar Rp 200 juta untuk mengganti katup sumur yang rusak serta membeli truk untuk menimba minyak.
Meskipun kegiatan ini berjalan dengan baik, namun tidak jauh dari lokasi itu banyak ditemukan lokasi penggarapan sumur tua ilegal. Banyak dari penduduk di Desa Wonocolo, Kabupaten Bojonegoro, yang melakukan eksplorasi tanpa ijin di wilayah Pertamina EP.
Ketika mendapatkan minyak, penambang ilegal tersebut langsung memanaskannya dalam kompor untuk menjadi solar. Setelah itu, solar tersebut langsung dijual kepada masyarakat sekitar.
Priyono mengatakan penambang nakal itu bukan kriminal tapi didorong oleh alasan ekonomi. "Oleh sebab itu, kami berusaha menetapkan harga balas jasa yang mendekati crude di pasar internasional," katanya.
SORTA TOBING