Irvan menjelaskan tiga jenis penyelewengan tersebut. Pertama, isu under invoice. Artinya, impor besi dan baja dengan harga yang lebih rendah dari sebenarnya supaya tidak membayar pajak lebih tinggi. Kedua, isu under quantity, yakni mencatatkan jumlah impor lebih sedikit. Ketiga, penyimpangan impor melalui nomor pos tarif (HS). Maksudnya, impor jenis baja yang kualitasnya lebih rendah tapi dimasukkan dalam nomor pos tarif jenis baja yang kualitasnya lebih tinggi.
Namun, menurut Irvan, pemberantasan penyelewengan ini belum maksimal. Sehubungan dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2009 tentang Ketentuan Impor Besi Baja, menurut Irvan, industri baja nasional merasa sedikit lega. "Kebijakan ini kami harap bisa menjawab impor ilegal yang kami khawatirkan," ujarnya.
Selain itu, pihaknya berharap pemerintah dan departemen terkait mengawasi secara ketat pelaksanaan peraturan tersebut agar berjalan baik. Irvan mengaku belum bisa mengukur kadar efektivitas kebijakan ini terhadap impor ilegal besi dan baja. Sebab, aturan tersebut baru efektif 11 Juni lalu. "Kami tunggu seberapa efektif aturan ini untuk bisa meningkatkan permintaan terhadap industri besi dan baja nasional," katanya.
Departemen Perdagangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2009 tentang Ketentuan Impor Besi Baja. Aturan ini merupakan revisi dari Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2009, yang pelaksanaannya tertunda sejak 1 April 2009. Aturan ini bertujuan mengendalikan impor baja agar masuk sesuai dengan kebutuhan.
NIEKE INDRIETTA