TEMPO Interaktif, Banyuwangi: Sebuah patung kambing ettawa setinggi dua meter menyambut di pintu masuk Desa Telemung, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur. Tak jauh dari patung itu, kandang-kandang berisi ratusan kambing berkuping panjang ini, berjejer di tepi jalan. Suaranya mengembik-embik, tatkala sejumlah peternak memberinya makan. "Sudah tiga tahun ini saya jatuh hati pada ettawa," ujar Sofyan Hadi,
28 tahun, salah seorang peternak akhir pekan lalu.
Tidak hanya Sofyan. Sudah tiga tahun, dari sekitar 1.700 kepala keluarga, hampir sembilan puluh persen warga menjadikan ettawa, kambing asal Jamnapari, India, ini sebagai pendukung hidup. Setiap orang memiliki paling sedikit lima ekor, bahkan ada juga yang mencapai 200 ekor.
Sebelum mengenal kambing berbobot 90 kilogram ini, warga Desa Telemung menggembalakkan kambing kacang, kambing yang mirip ettawa, namun berperawakan lebih kecil.
Adalah Sutrisno yang kemudian mengenalkan ettawa yang lebih multiguna. Selain harga jual lebih mahal, ettawa menghasilkan susu untuk penyembuhan berbagai penyakit. Harganya Rp 20 ribu per liter. Warga lainnya pun ikut meniru.
Tiga tahun beternak, Sofyan mengaku sudah balik modal. Dulu ia hanya beli tiga babon betina, masing-masing seharga Rp 2,4 juta. Setelah dikawinkan dengan ettawa milik tetangganya, ettawanya beranak enam ekor. "Anak ettawah usia tiga bulan sudah laku Rp 1,7 juta," kata pria yang juga berbisnis tanaman hias ini. Bahkan kotoran ettawa kini juga dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman kopi.
Kepala Desa Telemung, Yudo Marwito, mengatakan berkat pupuk ettawa kualitas kopi robusta yang dihasilkan warganya meningkat dari Rp 10 ribu per kilogram menjadi Rp 12 ribu per kilogram. "Pengeluaran untuk membeli pupuk kimia turun 70 persen," tuturnya bangga.
Berkat kambing ettawa pula, masyarakat tak khawatir menjadi pengangguran. Menurut Yudo, warga yang punya modal membeli ettawa akan meminta warga lainnya yang miskin untuk merawat dengan pembagian keuntungan lima puluh persen. Bila ettawa beranak dua ekor, maka satu ekor menjadi hak perawat. "Jadi mereka yang tak punya ettawa akhirnya pun bisa memilikinya," katanya.
IKA NINGTYAS