Menteri Perindustrian Fahmi Idris mengatakan, perluasan perusahaan rokok hanya berlaku untuk yang telah memiliki izin. "Yang tidak boleh industri besar masuk. Pertimbangannya rumit. Kami perlu mengontrol perkembangan dan pertumbuhan industri rokok," kata Fahmi di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, Jakarta, Kamis (2/7).
Menurut Fahmi, hal ini sekaligus untuk mencegah gerak-gerik industri rokok ilegal. Di sisi lain, industri kecil yang telah ada akan dibina supaya menjadi industri yang legal. "Kalau ini sudah jadi, akan dilakukan tindakan terhadap industri rokok yang tidak termasuk kategori Perpres (DNI) baru. Jadi yang dianggap ilegal akan kami coret," tutur Fahmi.
Fahmi menegaskan, pembatasan industri rokok yang baru ini tidak berarti penutupan investasi. Dia menjelaskan, industri rokok skala kecil dan menengah diperbolehkan melakukan kemitraaan dengan industri besar yang sudah mapan. "Seperti yang sudah dilakukan Sampoerna dan Djarum. Kemitraan itu namanya MPS, Mitra Produksi Sigaret," jelasnya.
Selain itu, perusahaan rokok yang sudah mapan juga diperbolehkan melakukan ekspansi. "Industri rokok skala kecil juga boleh membuat izin," katanya. Menurut Fahmi, industri rokok memberikan efek ganda (multiplier effect) berupa lapangan pekerjaan dan kegiatan ekonomi.
Upaya pengendalian pertumbuhan industri rokok juga merupakan bagian pengendalian bahaya rokok dari sisi kesehatan. Menurut Fahmi, departemennya tengah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang pengamanan rokok bagi kesehatan. "Kalau ini disempurnakan maka kekuatiran masyarakat terhadap bahaya rokok bisa dikendalikan," ujarnya.
NIEKE INDRIETTA