Oktober mendatang, rencananya batik akan dikukuhkan di Perancis oleh United Nation Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan dunia asli Indonesia. Pengukuhan tersebut menjadi sebuah antiklimaks perjuangan Indonesia untuk mendapatkan pengakuan internasional sebagai pemilik seni batik yang telah diperjuangkan selama tiga tahun.
Hanya saja, pengakuan internasional tersebut tidak banyak akan berguna, jika kerajinan batik tidak berkembang. Kesempatan tersebut tidak disia-siakan oleh Kota Solo, sebutan bagi Kota Surakarta, Jawa Tengah. Selama ini, Kota Solo dikenal sebagai salah satu produsen batik. Di kota tersebut terdapat kampung Kauman dan Laweyan yang menjadi sentra industri kecil batik. Beberapa perusahaan batik terkenal juga banyak ditemui, seperti Danar Hadi, Batik Semar dan Batik Keris. Pusat perdagangan batik yang terkenal terdapat di Pasar Klewer.
Kota Solo pun berusaha mencuri perhatian masyarakat dengan menggelar serangkaian kegiatan dengan yang bertemakan batik. Akhir Juni lalu, Solo telah sukses menggelar kegiatan Solo Batik Carnival II. Tidak berhenti di sana, Solo kembali menggelar kegiatan Solo Batik Fashion 2009, yang menampilkan berbagai busana dengan bahan dasar batik (10-12/07). Pertunjukan fesyen tersebut menampilkan pakaian hasil perancang berbakat yang ada di kota bengawan tersebut.
“Kita ingin menunjukkan bahwa batik bukan sekadar pakaian formal,” kata Walikota Surakarta Joko Widodo usai membuka kegiatan tersebut, Jumat malam (10/07). Melalui rancangan busana batik yang dipamerkan, dirinya ingin menunjukkan bahwa pakaian dengan bahan dasar batik cocok untuk segala kondisi.
Seperti rancangan Eko Sudarmanto misalnya, merancang busana anak dengan bahan dasar batik. Rancangan Eko tersebut mematahkan anggapan jika batik hanya cocok untuk digunakan oleh orang paruh baya. Meskipun terdapat sentuhan etnik, rancangan pakaian yang dipamerkan oleh beberapa model cilik tersebut tetap mampu menunjukkan nuansa ceria.
Berbeda dengan rancangan desainer Rory Wardana. Dirinya mencoba merancang batik dengan tema Rock and Roll. “Pakaian model ini pernah menjadi tren di Eropa pada tahun 70-an,” kata Rory. Memadukan corak batik dengan pakaian gaya eropa diakui cukup sulit. “Biasanya desainer berkutat dengan warna,” kata Rory. Namun melalui tema batik, dirinya harus lebih teliti memadukan model, warna dan corak batik sekaligus. Untuk memperkuat kesan Eropa, dirinya juga menambahkan asesoris lain berupa payet dan bulu-bulu untuk mempercnatik batik gaya Surakarta yang bercorak parang dan ceplok tersebut.
Sulitnya merancang busana dengan bahan dasar batik juga diakui oleh perancang fesyen senior asli Solo, Djongko Rahardjo. Secara umum, dirinya melihat hasil rancangan para desainer muda di Solo dalam ajang Solo Batik Fashion 2009 tersebut sudah sangat spektakuler. “Hanya saja, masih berupa pakaian on the stage,” kata Djongko. Artinya, belum cocok untuk dikenakan sebagai pakaian sehari-hari.
Desainer yang pernah merancang pakaian untuk Miss Universe 2008 Dayana Mendoza tersebut mengatakan, merancang pakaian berkualitas dengan bahan dasar batik tidaklah mudah. Sebab, antara produsen batik dengan perancang busana hingga saat ini belum bisa berjalan beriringan. “Produsen batik masih berkutat pada corak dan warna yang sesuai dengan insting bisnisnya,” kata Djongko Rahardjo. Desainer pun kewalahan untuk mengolah menjadi busana yang kreatif.
Djongko menyarankan, antara produsen dengan perancang busana harus mulai bersinergi. Perajin batik sudah saatnya membuat corak baru, yang sesuai dengan tren saat ini, terutama warna yang menjadi tren di luar negeri. “Di Eropa misalnya, terdapat beberapa musim yang masing-masing memiliki warna khusus,” katanya. Bagaimanapun, pangsa pasar pakaian batik di luar negeri menurutnya masih sangat luas.
Bukan hal mudah untuk mewujudkannya. Perajin batik sudah punya insting bisnis tersendiri untuk menentukan corak yang akan diproduksi. Insting tersebut tidak dapat diremehkan. “Buktinya, pengusaha batik bisa kaya raya,” kata Djongko. Hanya saja dengan kolaborasi bersama desainer, Djongko yakin pundi-pundi para saudagar tersebut bisa terisi dengan lebih cepat.
AHMAD RAFIQ