TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto mengatakan pemerintah akan menggunakan hasil penerbitan obligasi di Jepang (Samurai Bond) untuk pembayaran utang Indonesia dalam bentuk yen. Meskipun waktunya belum ditentukan, penerbitan obligasi dalam denominasi yen ini memberikan sejumlah keuntungan, salah satunya untuk pembayaran utang dalam bentuk yen yang jatuh tempo.
Sampai saat ini Indonesia memiliki exposure pinjaman dalam bentuk yen yang cukup besar. Pada tahun ini saja pinjaman luar negeri Jepang mencapai US$ 27,33 miliar atau 47 persen dari total utang luar negeri. Tingginya pinjaman dari Jepang itu tak lepas dari sejumlah proyek, terutama di Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, yang didanai Jepang.
Menurut Rahmat, dengan menerbitkan Samurai Bond untuk pembayaran utang yen, pemerintah seperti melakukan natural hedging. Karena itu, dana hasil penerbitan obligasi di Jepang ini akan ditempatkan di rekening khusus dalam bentuk yen.
Sampai saat ini rencana penerbitan Samurai Bond tersebut dibatasi maksimal US$ 1,5 miliar. Obligasi ini rencananya dipasarkan di pasar modal Jepang yang dijamin secara parsial oleh Japan Bank For International Cooperation (JBIC). Dengan skema ini, JBIC bisa memberikan pinjaman langsung untuk anggaran negara jika Samurai Bond tak bisa terbit.
Menurut Rahmat, untuk memenuhi sisa kebutuhan anggaran Rp 38 triliun, pemerintah memiliki beberapa pilihan instrumen surat berharga. Instrumen yang sudah dimiliki pemerintah antara lain sukuk dana haji, sukuk retail, obligasi retail Indonesia, dan surat berharga nasional. "Yang penting berbiaya murah dengan risiko minim. Samurai Bond tetap dipertimbangkan," katanya, Rabu (15/7).
RIEKA RAHADIANA