Defisit anggaran akan mencapai US$ 1,6 triliun atau sekitar Rp 16.000 triliun pada 2009 menurut estimasi Conggressional Budget Office (CBO). Defisit ini setara dengan 11,2 persen pertumbuhan Domestik Bruto (PDB), ini akan menjadi yang terbesar sejak Perang Dunia Kedua.
Setelah melesat hinga US$ 75 per barel, harga minyak justru menjadi momentum bagi investor untuk melakukan aksi ambil untung. Pada Selasa (25/8) waktu setempat harga minyak untuk antaran Oktober jatuh US$ 2,32 atau 3,1 persen menjadi US$ 72,05 pe barel di New york Mercantile Exchange. Di pasar Asia Rabu pagi ini harga minyak kembali jatuh ke US$ 71,52 per barel.
Sebelumnya minyak sempat menyentuh US$ 75 per barel setelah data kepercayaan konsumen meningkat pada Agustus ini. Namun kenaikan harus berakhir setelah investor mulai gamang karena harga minyak naik 60 persen selama tahun ini.
“Aksi ambil untung ini dipicu oleh tingginya defisit anggaran dan antisipasi menurunnya permintaan minyak ditengah meningkatnya pasokan,” ujar Zachary Oxman, Direktur Pelaksana dari TrendMax Future, perusahaan penasihat komoditas.
MARKETWATCH | VIVA B. KUSNANDAR