"Kalau mengikuti Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2009-2018 dengan margin lima persen kami tidak bisa investasi," kata Direktur Utama PLN Fahmi Mochtar seusai rapat panitia kerja dengan anggota Komisi Energi dan Lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (7/9), di Jakarta.
Sesuai RUPTL 2009-2018, perusaahaan setrum pelat merah itu membutuhkan dana sekitar Rp 80 triliun. Menurut Fahmi, komponen margin sangat penting untuk menjaga rasio keuangan atau covenant PLN. "Jadi kami minta margin supaya tidak terkena technical default (gagal bayar utang)," ucapnya.
Wakil Direktur Utama PLN Rudiantara mengatakan setiap margin satu persen akan memberikan uang kas sekitar Rp 1,4 triliun dan bisa mencari pinjaman di atas Rp 5 triliun. Salah satu kebutuhan hutang PLN saat ini adalah untuk mendanai proyek 10 ribu megawatt tahap pertama.
"Kami belum mendapat komitmen pinjaman sekitar US$ 1,5 miliar hingga US$ 2 miliar," tuturnya. Utang itu akan dipakai untuk membangun pembangkit listrik tenaga uap Adipala, Tanjung Awar-Awar, Teluk Sirih, Pangkalan Susu, dan Lampung.
Untuk mendapatkan margin, perhitungannya akan berasal dari lima persen biaya pokok produksi. Biaya pokok produksi terdiri dari biaya energi, operasional, kontraktor listrik swasta, administrasi pelanggan, depresiasi, dan biaya sumber daya manusia. "Pemerintah yang kasih uang margin itu," ujar Rudiantara.
SORTA TOBING