TEMPO Interaktif, Jakarta - Norman Ernest Borlaug adalah satu-satunya orang hingga kini yang mendapat Nobel Perdamaian atas kontribusinya dalam bidang pertanian dan produksi pangan. Roti untuk dunia yang lapar itulah yang membuat Aase Lionaes dan koleganya di Komite Nobel Perdamaian pada 29 tahun yang lalu tak sungkan memilih Borlaug. "Kami memilihnya dengan harapan, menyediakan makanan juga bisa memberi damai kepada dunia," kata Lionaes ketika menyerahkan hadiah.
Kesuksesannya dalam memicu Revolusi Hijau di periode 1960-an memang bertepatan dengan ancaman bencana kelaparan massal gara-gara populasi dunia yang membludak. Seperti yang diungkap B.R. Barwale, ahli pertanian terkemuka di India, misalnya. Peraih World Food Prize 1998 itu mengatakan," Varietas-varietas gandum berproduksi tinggi dan tahan penyakit telah menyelamatkan jutaan nyawa, bukan cuma di India, tapi banyak negara penanam gandum."
Adapun Borlaug sering mengatakan bahwa gandum hanya satu fasilitas menuju tujuan hidupnya: membantu memperbaiki kehidupan manusia lainnya. "Kita harus menyadari fakta bahwa makanan yang berkecukupan hanyalah syarat pertama untuk kehidupan," katanya. Dia juga menunjuk syarat-syarat dasar berikutnya, yakni pendidikan, pekerjaan, perumahan, pakaian, serta kesehatan.
Dalam buku biografinya yang berjudul The Man Who Fed the World (2006), Borlaug juga meminta setiap pemerintahan menerapkan kebijakan ekonomi yang ramah terhadap petani. Tidak lupa infrastruktur agar diperbaiki demi kemudahan akses ke pasar.
Sarjana kehutanan yang memperkaya ilmunya dalam bidang patologi tanaman itu sebenarnya pernah bekerja untuk DuPont sebagai mikrobiolog. Tapi profesor yang yang selalu meminta mahasiswanya rajin turun ke ladang--bukan diam di laboratorium--itu memilih bergabung dengan Rockefeller Foundation.
Bersama yayasan itu, Borlaug mengabdikan dirinya mengembangkan jenis dan produksi tanaman gandum di Meksiko sejak 1944 sampai 1960. Ia mulai dengan eksperimen varietas HYV yang tumbuh pendek, tapi lebih rimbun dan lebih tahan penyakit sebelum pergi ke India dan negara-negara berkembang lainnya di Asia, Timur Tengah, Amerika Selatan, dan Afrika.
Pada akhirnya memang bukan cuma gandum yang diutak-atik profesor, tapi juga jenis tanaman pangan lainnya yakni padi dan jagung. Terutama di India dan Pakistan, varietas-varietas baru ciptaan Borlaug dan timnya terbukti mampu berproduksi sampai lebih dari empat kali lipat varietas sebelumnya.
Kritik tentang rekayasa genetika yang digunakan mungkin masih bisa dihadapinya. Namun, Profesor Swaminathan, bekas anggota tim yang pernah bersama Borlaug selama lima dekade, mengungkapkan, ternyata justru pernah sakit hati oleh perlakuan pemerintahnya sendiri. Gara-garanya, ia menyerukan India agar lekas swasembada dan membebaskan diri dari impor gandum. Saat itu India memang mengimpornya dari Amerika Serikat.
Borlaug kecewa berat atas kegagalannya di Afrika. "Kecuali ada keamanan dan perdamaian, tidak akan pernah ada peningkatan produksi (pangan) di sana," kata Borlaug jengkel seperti diungkapkannya kepada Swaminathan.
WURAGIL | BERBAGAI SUMBER