“Dari mana itu datanya,” ujar Fauzi, Jumat (16/10).
Kota Jakarta ditetapkan sebagai kota dengan kualitas udara terburuk nomor tiga di dunia setelah Meksiko dan Panama. Data yang sempat dirilis WHO pada tahun 2005 itu diduga tidak mengalami perbaikan, bahkan makin memburuk.
Kepala Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, Peni Susanty, menerangkan kondisi Jakarta saat ini sudah lebih baik dibanding sebelumnya. Hal tersebut terlihat dari pantauan kualitas debu di lima wilayah. “Ada penurunan pencemaran,” ujar Peni.
Menurut Peni, pantauan kualitas debu merupakan parameter utama dalam menilai kadar pencemaran udara. “Batas normalnya adalah 150 mikrogram per meter kubik. Kualitas debu di Jakarta berada di angka 68,5 mikrogram atau terbersih nomor tiga di Asia,” jelas dia.
Ia menambahkan, penilaian kualitas itu merupakan hasil penelitian yang dibuat oleh Clean Air Initiative for Asia City, sebuah organisasi lingkungan yang bermarkas di Bangkok, Thailand. “Ini organnya WHO juga lho,” ujarnya.
Berdasarkan pantauan tersebut, kata dia, kota dengan kualitas debu terbaik diraih oleh Singapura (30 mikrogram). Berikutnya Surabaya (60), Jakarta, Ho chi Minh (80), Shanghai (90), New Delhi (110), Katmandu (120), Dakha (120) dan Beijing (140).
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jakarta Ubaidillah mempertanyakan klaim tersebut. Menurut dia, penilaian kualitas udara tidaklah bisa dilakukan semata hanya dengan mengukur kualitas debu.
“Terlalu parsial. Penelitian juga harus menyertakan kualitas karbondioksida dan kadar timbal. Dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang selalu meningkat tiap tahun, saya kira Jakarta saat ini malah yang paling buruk” kata dia.
RIKY FERDIANTO