TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah ngebut menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum sehingga tahun depan--bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat--sudah bisa disetujui untuk menjadi undang-undang.
Wakil Presiden Boediono menjelaskan, dalam undang-undang itu, akan diatur soal pembebasan lahan untuk kepentingan umum, seperti pembangunan jalan tol. Tujuan undang-undang itu adalah untuk menghilangkan hambatan-hambatan pembebasan lahan untuk kepentingan umum yang ada selama ini.
"Arahnya untuk menghilangkan hambatan karena sekarang ini prosesnya kok mandek," kata Boediono kepada Tempo di kantornya. "Bahkan, di negara yang paling liberal atau neolib pun, hal semacam ini sudah diatur."
Menurut Boediono, asas dari undang-undang itu adalah keadilan, baik bagi pemilik tanah maupun untuk kepentingan umum. Jika sudah untuk kepentingan umum, kepentingan pribadi harus tunduk. Namun, undang-undang ini akan diusahakan seadil mungkin agar jangan sampai kepentingan umum jauh lebih besar daripada kepentingan pribadi. Sebaliknya, jangan sampai kepentingan pribadi mendominasi kepentingan umum.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa pada kesempatan terpisah menambahkan, pemerintah akan mengintegrasikan seluruh aturan pengadaan lahan dalam satu undang-undang untuk menjamin kepastian hukum sehingga memberikan kemudahan berinvestasi di Indonesia.
Rancangan itu ditargetkan rampung dan akan diajukan ke DPR dalam 100 hari pertama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Ini untuk menjebol sumbatan dan hambatan sehingga dalam 100 hari nanti, ibarat pipa yang tersumbat, bisa segera selesai," kata Hatta.
Dia mengaku telah menerima banyak masukan agar kepastian hukum dalam pengadaan lahan ini diatur dalam sebuah peraturan pemerintah pengganti undang-undang. "Tapi, agar baik, lewat undang-undang saja."
Deputi Menteri Koordinator Perekonomian Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bambang Susantono mengatakan RUU Pengadaan Lahan merupakan penyatuan sejumlah aturan sejenis. Aturan itu meliputi Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yang diubah lewat Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 tentang ketentuan pelaksanaan dua peraturan presiden tersebut.
Menurut Bambang, selama ini banyak keluhan atas aturan-aturan itu yang menyebabkan prosedur pembebasan lahan menjadi terlalu panjang.
Selama ini, kata Bambang, investor menuntut dua penjaminan dari pemerintah pada proyek-proyek infrastruktur, yakni masalah harga dan waktu. Pada sisi harga, investor meminta kepastian soal patokan harga tanah pada lahan yang akan dibangun untuk kepentingan publik. Dari sisi waktu, investor berharap memperoleh kepastian jika ternyata dalam kurun waktu tertentu pembebasan lahan tak bisa dilakukan 100 persen.
GRACE S GANDHI | AGOENG WIJAYA