TEMPO Interaktif, Jakarta -Direktur Teknik PT Hutchison CP Telecommuniction Indonesia, Benoit Hansen mengatakan pengoperasian base transceiver station atau BTS bertenaga hidrogen dalam jangka panjang lebih ekonomis dan efisien dibanding bahan bakar lainnya.
Memang awal investasi BTS tenaga hidrogen cukup tinggi, namun dalam jangka panjang lebih menguntungkan. Apalagi jika ditunjang ketersediaan hidrogen yang lebih masif.
"Lebih efisien, terutama dari segi perawatan dan biaya operasi," ujar Benoit saat peresmian pengoperasian BTS Hidrogen di Pondok Gede Bekasi, Senin (23/11).
Jika BTS berbahan bakar listrik atau genset solar setidaknya untuk satu jam menghabiskan tiga liter solar. Sedangkan untuk tenaga hidrogen, tiap satu meter kubik dapat digunakan untuk beban satu KWH per jamnya. Di BTS tenaga hidrogen ini terpasang enam tabung hidrogen yang masing-masing berisi enam meter kubik yang bisa digunakan untuk 6-8 jam.
"Jadi untuk pengoperasian lebih irit dan lebih lama dengan hidorogen," ujarnya. Untuk perawatan BTS dengan solar, biaya perawatan cukup mahal karena setiap 250 jam harus diganti oli dan dibersihkan. Namun dengan BTS tenaga hidrogen, biaya perawatan dapat ditekan hingga 40 persen.
BTS tenaga Hidrogen tidak menimbulkan asap, yang berdampak pada penipisan lapisan ozon. Hasil pembuangan sel energi hidrogen juga hanya menghasilkan air yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Selain itu tidak menimbulkan polusi suara seperti yang terjadi pada BTS berenergi solar atau listrik pada umumnya.
Sayangnya harga hidrogen sendiri saat ini masih mahal dan baru tersedia di kota-kota besar. Benoit meminta agar pemerintah juga ikut mendorong produksi dan distribusi Hidrogen sehingga menjadi lebih murah.
Hutchison sendiri saat ini mempunyai 7600 BTS untuk melayani 7,3 juta pelanggannya. Perusahaan ini sebelumnya mengoperasikan 10 BTS bertenaga hidrogen di Jawa dan Bali. Hingga Februari 2010, perusahaan merencananya 210 BTS sudah teroperasikan dengan energi hidrogen.
DIAN YULIASTUTI