TEMPO Interaktif, Tangerang - Pemerintah Kota Tangerang Selatan tengah menjajaki kerja sama dengan swasta untuk membangun tempat pengolahan sampah terpadu di wilayah itu. "Teknologi yang akan diterapkan dari Korea," ujar Penjabat Wali Kota Tangerang Selatan, Shaleh MT, akhir pekan ini .
Pengolahan sampah itu disiapkan untuk penanganan sampah jangka panjang di wilayah itu. "Sekarang sedang dalam tahap pembicaraan dan pembahasan dengan pihak ketiga," kata Shaleh.
Sistem pengolahan sampah menggunakan tungku yang dibuat dari bahan baku baja itu mampu mengolah sampah sebanyak 4. 000 sampai 5. 000 meter kubik per hari. "Semua sampah dari truk dituang ke dalam bak penampung, kemudian dilakukan proses pembakaran hingga tak meninggalkan sisa," katanya.
Selanjutnya asap dari pembakaran itu terbuang ke atas melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan polusi udara. Dengan pengolahan sampah tersebut, permasalahan sampah yang mencapai 500-600 kubik per hari di wilayah itu akan teratasi.
Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Tangerang Selatan Didi Supriadi Wijaya menambahkan, tempat pengolahan sampah terpadu dengan sistem tungku itu akan dibangun di Cipeucang, Setu, di atas lahan seluas 2,4 hektare.
Lahan itu merupakan tempat pembuangan sampah sementara, tapi warga setempat menolak rencana itu. "Pemerintah daerah selalu janji-janji, tidak pernah ada realisasinya," kata Ketua Rukun Warga Kelurahan Kademangan, Aen Marhaen.
Warga setempat, kata Aen, menuntut kompensasi yang setimpal jika pemerintah daerah ingin membuang sampah di sekitar pemukiman mereka. Soal penolakan warga ini, Didi membantahnya. "Bukan menolak, semuanya sudah selesai," katanya. Menurut dia, sikap warga yang seolah menolak tersebut karena ada beberapa tuntutan mereka yang belum terpenuhi.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan hingga kini belum menemukan solusi untuk menangani masalah sampah di wilayah itu. Didi mengakui, saat ini pihaknya tengah mengalami masalah besar dan pelik. Bayangkan saja, jika sehari saja tidak diangkut 600 kubik sampah yang dihasilkan wilayah itu akan terus bertambah dan membayangi kota baru tersebut.
Tangerang Selatan, ia meneruskan, punya beberapa alternatif dalam mengatasi masalah sampah yakni, menyewa lahan di Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, membenahi TPA Cipeucang, dan bekerja sama dengan Kabupaten Tangerang agar bisa membuang sampah di TPA Jatiwaringin, Mauk. Tapi, upaya tersebut butuh proses yang panjang dan belum akan bisa mengatasi permasalahan sampah dalam waktu jangka pendek ini." Semua alternatif tengah dilakukan,"kata Didi.
Belum tuntas masalah yang krusial itu, Tangerang Selatan dihadapi dengan minimnya anggaran operasional pengangkutan sampah. Sembilan armada truk sampah yang ada dinilai tidak mencukupi untuk mengangkut sampah di tujuh kecamatan itu. Operasional pengangkutan sampah itu terbentur pendanaan karena APBD Tangerang Selatan masih harus menunggu pembentukan DPRD yang baru terbentuk Februari mendatang." Gimana mau punya anggaran, kalau DPRD-nya saja belum ada," kata Didi.
Hingga akhir pekan lalu, tumpukan sampah masih menghiasai pasar dan jalan di wilayah Tangerang Selatan seperti Pasar Ciputat, Pasar Jombang, dan Pasar Cimanggis. Tempo sempat menelusuri ke mana sampah-sampah itu dibuang.
Ternyata, kebanyakan sampah itu dibuang di tempat pembuangan sampah liar yang ada di setiap kecamatan, seperti untuk wilayah Kecamatan Pondok Aren, sampah dibuang di TPA liar, Makam Tugu. Di lokasi ini, setiap hari truk sampah masuk ke area itu dan membuangnya di sana. "Kami menerima khusus sampah perumahan," ujar Yudi, pengelola TPA itu.
Menurutnya, sehari paling sedikit dua truk sampah di tampung di sana. Sampah ditumpuk dan dipilah oleh puluhan pemulung yang bekerja di sana. Sisa sampah yang tidak diambil ditumpuk dan dibakar. Selain, dibuang di sana, sampah Tangerang Selatan juga di buang di tempat pembuangan sampah liar Pondok Petir, Pamulang.
JONIANSYAH