TEMPO Interaktif, Denpasar - Pakar Hukum Universitas Udayana Gde Suardana menyatakan, temuan Satgas Hukum Pemberantasan mafia Hukum akan adanya pengistimewaan narapidana Artalyta Suryani bukanlah hal yang baru. “Itu bisa ditemukan di LP manapun dan sudah sering kita dengar,” ujarnya, Senin (11/1).
Berbagai fasilitas, menurutnya, bisa diminta oleh para napi asal memiliki uang. Misalnya, izin untuk keluar LP di malam hari, penggunaan fasilitas handphone, bahkan untuk berbisnis dalam penjara. Karenanya, dia berharap kasus itu tidak perlu dilihat sebagai prestasi yang luar biasa. Satgas sendiri seharusnya menjadikan temuan itu hanya sebagai titik awal, untuk melihat kasus-kasus yang lebih besar.
Namun Suardana mengaku tidak terlalu optimis dengan keberadaan satgas karena job description-nya memang tidak terlalu jelas. Yakni hanya sekedar mengumpulkan informasi untuk didistribusikan kepada lembaga hukum yang lain seperti Kepolisian dan Kejaksaan.
"Masalahnya kan ada di lembaga-lembaga itu, lalu apa tindak lanjutnya,” ujarnya.
Yang lebih diperlukan saat ini, kata dia, adalah pengakuan terhadap peran lembaga-lembaga independen seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang secara intens dan sukarela terus melakukan pengawasan. Pemerintah dan Satgas harus bersedia bekerjasama jika menginginkan langkah-langkah yang efektif.
Untuk kondisi di daerah seperti Bali, menurutnya, gaung satgas itu tidak akan terlalu besar. Kecuali bila Satgas juga melakukan operasi di daerah dengan melibatkan kelompok independen, paling tidak di sejumlah daerah sebagai sample. “Mengungkap markus itu susah karena permainan jaringan yang rapi, kecuali bila ada korban yag dirugikan dan berani berteriak atau penyidik bisa menangkap basah,” ujarnya.
ROFIQI HASAN