TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh meminta tujuan ujian nasional sebagai pemetaan dan kelulusan tak lagi dipertentangkan.
"Kenapa sih harus dipertentangkan, kok tidak bisa dikawinkan," ujarnya ketika ditemui usai rapat dengar pendapat dengan Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (11/1)
Kalau digabungkan, ia menjelaskan, hasilnya lebih bagus. Ujian Nasional, tegas Nuh, kalau tidak dikaitkan dengan kelulusan, maka ada kecenderungan secara psikologis siswa tersebut tidak berikhtiar secara maksimal. Padahal, data ujian nasional ini menunjukkan kemampuan riil peserta didik yang akan dibuat jadi pemetaan.
"Orang kerja, baik tidak baik tidak ada konsekuensinya, ngapain saya harus berat-berat, nanti akan timbul masalah baru lagi," jelas mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini.
Siswa yang mengalami ujian nasional,kata Nuh, ibarat karet yang harus ditarik untuk mengetahui kekuatannya. "Bagaimana mengetahui kemampuan anak kalau tidak diuji secara maksimal. Yang penting dia bisa mengelola kemampuan psikologisnya," paparnya.
Kementerian akan menggunakan data pemetaan tersebut untuk intervensi kebijakan pendidikan di daerah. Hasil pemetaan ujian nasional sebelumnya, Nuh melanjutkan, akan dipertajam analisisnya dengan hasil ujian tahun ini. "Terus terang saya baru, tapi pemetaan tahun ini akan sampai pada aksi riil di tahun berikutnya," janji Nuh.
Kementerian tidak bisa menjamin seratus persen ujian tahun ini tidak ada kebocoran. "Pertanyaan yang sama, bisa saya sampaikan juga. Siapa yang berani menjamin kalau pelaksaan itu dilakukan sekolah, tidak terjadi kebocoran?" Kebocoran dinilai menjadi lebih rentan karena pendistribusian diserahkan ke sekolah.
Ketimbang urusan jamin-menjamin, menurut Nuh, lebih baik Kementerian meningkatkan pengawasan di tingkat pendistribusian. "Jangan sampai di tengah jalan kencing atau bocor dulu," ia mengingatkan.
Selain distribusi, masalah lain yang muncul adalah kecurangan selama ujian berlangsung. "Masalah-masalah tersebut yang harus diperkecil."
Kementerian kini tengah merampungkan proses mulai dari pembuatan soal hingga pengawasan. Jika nanti ditemukan ada penyimpangan, seperti ada anak diketahui mencontek dan masuk dalam berita acara, "Si anak harus tidak lulus, karena dia dalam pelaksanaanya ditemukan penyimpangan," jelasnya.
Nuh menjamin semua kecurangan dalam ujian tahun ini dipersulit. Menurutnya, wajar jika ada kepala daerah maupun kepala dinas mentargetkan lulus seratus persen. Tapi untuk mencapainya, ia mengingatkan, harus tanpa kecurangan.
Selain masalah kecurangan, kata Nuh, siswa yang lulus harus memenuhi ujian nasional, menyelesaikan program belajar, memperoleh nilai baik untuk mata pelajaran akhlak mulia, dan lulus ujian sekolah. "Persentase keempatnya sama, itu syarat ada di peraturan pemerintah," ujarnya.
Nuh menyatakan ujian nasional bagi sekolah menengah atas/madrasah aliyah/sekolah menengah kejuruan maju dua pekan menjadi 22 Maret 2010. Percepatan, kata Nuh, seharusnya tidak mempengaruhi proses belajar-mengajar. Pemerintah mempercepat masa ujian, karena memberi peluang ujian ulangan.
Nuh mengatakan sekolah biasanya hanya memadatkan dua dari empat mata pelajaran, yakni Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. "Yang Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris kan tidak," ujarnya.
Adanya ujian ulang, diharapkan Nuh, menurunkan angka ketidaklulusan. "Kalau dari yang 4-5 persen yang tidak lulus, ikut ujian ulang dan lulus separuhnya, kan tingkat kelulusannya naik. Kita tidak bisa memaksa lulus seratus persen," paparnya.
DIANING SARI