TEMPO Interaktif, Jakarta - Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menganggap razia dubur terhadap anak jalanan adalah sebuah pelecehan.
"Ini melanggar hak anak, mereka kembali menjadi korban," katanya saat menggelar jumpa pers di sekretariatnya, Rabu (20/1) siang. Apalagi, kata dia, tindakan tersebut juga melanggar perlindungan konstitusi terhadap anak-anak. "Negara juga melanggar hak anak," katanya.
Kepolisian Daerah Metro Jaya bekerja sama dengan Dinas Sosial DKI Jakarta berencana menggelar pendataan anak-anak jalanan, salah satunya dengan merazia dubur mereka, mulai besok siang.
Tapi rencana ini ditentang keras oleh lembaga-lembaga anak. "Polisi dan pemerintah panik, sampai menggunakan pola ini untuk anak-anak," tegas Arist.
Kordinator Forum Komunikasi Rumah Singgah Jakarta, Agusman, mengaku pada Senin (18/1), ia bersama lembaga anak lain diundang ke Polda Metro Jaya, untuk melakukan penelitian dan pendataan anak-anak di Jakarta.
Namun yang mengundang, Dinas Sosial DKI Jakarta. "Hingga akhir rapat, tidak ada disebut akan dilakukan razia dubur," katanya.
Hal senada disebutkan Yahya Wahyuddin dari Lembaga Perlindungan Anak, yang juga turut dalam pertemuan itu. Di rapat itu, katanya, mereka berkomitmen akan mendukung program ini bersama anak-anak jalanan asuhan mereka. "Karena itu kami terkejut ternyata ada razia dubur," katanya.
Agusman dan Yahya mengaku kecewa dengan wacana ini. Tapi menolak disebut kecolongan karena tidak dilibatkan dalam pembahasan razia dubur. "Kami masih berpikir positif razia itu tidak ada," kata Agusman.
Bersama Komnas PA, Agusman dan Yahya berjanji akan berada di depan menolak razia ini, bila anak-anak jalanan tetap diperiksa duburnya. "Tindakan ini sangat tidak manusiawi," kata Arist.
Mustafa Silalahi