Penetapan tarif dasar listrik, menurut dia, berada di tangan pemerintah yang harus dikonsultasikan kepada Dewan karena telah diatur dalam Keputusan Presiden 2003 soal tarif dasar listrik. Sementara Direktur Utama PLN Dahlan Iskan menginterpretasikan kenaikan ini hanya ada di komponen tarif penggunaan.
"Ini bukan tarif daftar listrik," ujar Dahlan. Ia mengatakan penetapan tarif ini ditujukan untuk golongan menengah ke atas. "Anda tahu siapa yang rumahnya pakai 6.600 watt ke atas?" katanya. "Haruskah mereka diberi subsidi?"
Melalui Surat Keputusan Direktur Utama PLN, para pelanggan listrik berdaya 6.600 watt ke atas dikenakan perhitungan tarif baru sejak Januari. PLN memperketat batas hemat para pelanggan itu dari 90 jam menjadi 50 jam. Pelanggan yang mempergunakan listrik di atas 50 persen jam nyala nasional (149 jam sebulan) dikenakan tarif non-subsidi, yaitu Rp 1.380 per kilowatt jam.
Analis kelistrikan Fabby Tumiwa berpendapat, Dahlan harus mencabut surat keputusannya. "Surat itu tidak jelas karena pelanggan tidak diberi tahu bagaimana hitungan penetapan tarif barunya," kata Fabby. Karena itu, ia menilai perusahaan setrum pelat merah itu tidak transparan.
Fabby mengatakan setuju jika tarif listrik untuk pelanggan menengah ke atas dinaikkan atau tidak diberikan subsidi. Namun, PLN harus elegan dalam memutuskan masalah itu. "Harus ada pengubahan struktur tarif atau ketetapan lain agar tarif itu bisa diganti," ujarnya. "Dan kewenangannya ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral."
Baca Juga:
Ia menduga aksi kenaikan tarif ini hanya akal-akalan pemerintah yang tidak mau menaikkan tarif dan PLN diberikan bola panasnya. "Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (Jacobus Purwono) pasti tahu soal ini dan dia harus dimintai klarifikasinya," tutur Fabby.
SORTA TOBING