Anggaran tersebut, kata dia, juga terlalu sedikit bila dibandingkan pemberiaan lembaga donor Global Fund sebesar hampir Rp 1 miliar. "Karena dari APBD kecil, kita terpaksa bergantung dengan funding," kata Izzudin kepada Tempo, Selasa (2/3).
Menurut Izzudin, anggaran dari Pemerintah Banyuwangi hanya dipakai untuk kegiatan pendukung, seperti survey dan penyediaan peralatan. Sementara dana dari lembaga donor dialokasikan untuk kegiatan pokok. Di antaranya pelayanan di dua klinik Voluntary Counseling and Testing (VCT) serta honor petugas lapangan.
Global Fund, kata dia, memberikan dana hibahnya untuk kegiatan penanggulangan HIV/AIDS kepada Banyuwangi sejak tahun 2005. Setiap tahun kerjasama tersebut terus diperpanjang. "Kalau kerjasamanya diputus, mau tidak mau Pemerintah Banyuwangi harus memback up semua kegiatan," katanya.
Manajer Program Kelompok Kerja Bina Sehat, sebuah lembaga swadaya masyarakat untuk penanggulangan HIV/AIDS, Hoiron, menyayangkan kecilnya dana yang dialokasikan Pemerintah Banyuwangi. Padahal, menurut dia, kasus HIV AIDS di Banyuwangi terus meningkat.
Menurut Hoiron, pemerintah seharusnya memberikan anggaran yang proporsional untuk memberi penguatan pada KPA maupun kepada kelompok masyarakat. "Bila masyarakat diminta aktif, konsekwensinya anggaran dari pemerintah harus lebih besar," ujarnya.
Hingga akhir Januari 2010, pengidap HIV/AIDS sebanyak 565 kasus. Rinciannya, penderita HIV sebanyak 293 kasus sedangkan AIDS 156 kasus. IKA NINGTYAS.