"Pintar-pintarnya maskapai benegosiasi dengan lessor, jangan mau dibebani pajak," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Herry Bakti S. Gumay kepada Tempo di Jakarta, Senin (8/3). Herry mengatakan, nilai kontrak sewa pesawat harus memperhitungkan pajak yang ditanggung maskapai. Sehingga maskapai tidak perlu lagi dibebani pajak di luar biaya sewa pesawat.
Pilihan lain, maskapai bisa menyiasati biaya pajak sewa pesawat dengan menyewa dari negara yang terikat persetujuan pajak dengan Indonesia. Saat ini Indonesia memiliki kesepakatan pajak dengan 57 negara, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Kesepakatan itu memungkinkan penurunan tarif 0-15 persen tergantung kesepakatan dengan tiap negara. Di luar itu tarif pajak 20 persen.
Herry mengatakan penegasan itu disampaikan dalam surat dari Direktorat Jenderal Pajak yang diterima sekitar dua pekan lalu. Surat itu merupakan balasan atas pertanyaan Direktorat Perhubungan Udara yang menyampaikan keluhan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (INACA). Surat jawaban itu sudah diteruskan ke INACA pekan lalu. "Biar nanti mereka yang malakukan sosialisasi ke maskapai-maskapai," ujarnya.
Namun Sekretaris Jenderal INACA, Tengku Burhanuddin, mengaku belum menerima surat itu. Ia pun menolak berkomentar lebih jauh sebelum mempelajari jawaban Direktorat Pajak. "Yang jelas kami tetap meminta peraturan itu ditunda," katanya ketika dihubungi.
Sebelumnya INACA meminta pemerintah menunda penerapan tentang tata cara penerapan persetujuan penghindaran pajak berganda dan Nomor 62/2009 tentang Pencegahan P3B. Alasannya, peraturan yang berlaku awal 2010 itu memaksa maskapai menanggung pajak sewa pesawat sebesar 20 persen yang sebelumnya tidak dibayar. Sehingga akan menimbulkan biaya tambahan yang cukup besar.
Ketua Umum INACA Emirsyah Satar ketika itu mengatakan, penerapan yang terlalu cepat membuat maskapai tidak menyiapkan langkah antisipasi sehingga akan memaksa maskapai menaikkan tarif. Saat ini ada sekitar 600 unit pesawat yang beroperasi, 400 di antaranya sewaan.
Dengan harga sewa pesawat termurah US$ 100 ribu per bulan, berarti pajak yang harus dibayar seluruh maskapai mencapai US$ 96 juta per tahun. Sementara Direktorat Pajak beralasan peraturan itu untuk menutup celah penghindaran pajak. Dengan peraturan itu perusahaan tak bisa lagi menggunakan tarif rendah.
DESY PAKPAHAN