Nilai ekspor minyak atsiri dari Indonesia pada 2009 mencapai US$ 100 juta. Adapun volume ekspor minyak atsiri sekitar 2500 ton per tahun. Sebetulnya, menurut Togar, nilai ekspor tersebut bisa ditingkatkan hingga US$ 500 juta. "Namun, saat ini universitas dan institusi tak terlalu mengembangkan penelitian minyak atsiri," ujarnya.
Minyak atsiri--yang dikenal juga sebagai minyak eteris (aetheric oil), minyak esensial, minyak terbang, serta minyak aromatik--merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud cairan kental pada suhu ruang namun mudah menguap sehingga memberikan aroma yang khas.
Toga Raja menambahkan, jika Indonesia bisa mengembangkan produksi turunan minyak atsiri, maka nilai ekspor minyak atsiri bisa lebih besar lagi. Nilai ekspor bisa mencapai US$ 1 miliar. Untuk tahun ini, kata Toga Raja, nilai ekspor minyak atsiri pada masih akan stabil.
Produksi minyak atsiri bisa menurun karena pengaruh cuaca dan pemanasan global. Nilai ekspor bisa bertahan karena harga beberapa jenis minyak atsiri meningkat, seperti harga minyak nilam yang mencapai US$ 40 per kilogram. Harga minyak pala naik dari US$ 26 per menjadi US$ 60 per kilogram. Harga minyak sereh juga meningkat dari sekitar US$ 4-4,5 menjadi US$ 9-10 per kilogram.
Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia terutama adalah Eropa dan Amerika. Negara tujuan ekspor terbesar di Eropa adalah Prancis dan Jerman. "Tujuan ekspor terutama ke Prancis karena ada industri yang memproduksi bumbu," kata dia.
Mengenai aturan impor keterangan bahan kimia di Eropa, menurut Toga Raja, tidak menjadi masalah bagi para eksportir minyak atsiri. "Sebab yang diwajibkan mendaftar adalah importirnya. Jadi, kami bekerjasama dengan mereka," kata dia.
EKA UTAMI APRILIA