TEMPO Interaktif, Lampung - Sejak awal 2010, ekspor biji kopi asal Lampung menurun drastis hingga 60 persen dibanding akhir tahun 2009 lalu. Penurunan nilai ekspor itu terjadi akibat stok kopi di gudang para eksportir menipis. “Stok menipis karena saat ini belum masuk musim panen kopi yang akan berlangsung April hingga Mei nanti,” kata Yusuf Kohar, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Lampung, Rabu (17/03).
Menurut dia, kegiatan ekspor kopi robusta sebagai komoditas unggulan Propinsi Lampung mengalami penurunan cukup signifikan. Padahal, harga kopi di pasar komoditi London sedang mengalami trend naik. “Harga kopi di bursa London masih di atas sepuluh ribu rupiah per kilogramnya. Harga sedang bagus,” katanya.
Para eskportir, Yusuf melanjutkan, sedang berharap-harap cemas dengan fluktuasi harga kopi. Dia berharap harga tetap bertahan di atas sepuluh ribu rupiah per kilogram hingga saat panen raya kopi tiba.
Yusuf memperkirakan, pada 2010, produksi kopi di Lampung akan turun karena tingginya curah hujan dan angin kencang sehingga banyak merontokkan bunga-bunga kopi. Akibatnya, puncak ekspor kopi pada Juni dan Juli --yang merupakan puncak volume ekspor kopi Lampung seperti tahun lalu, yang mencapai 58 ribu ton-- sulit terwujud. “Sedikit pesimistis dengan eksport kopi tahun ini,” kata dia.
Menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung, ekspor kopi robusta pada Januari dan Februari 2010 memang menurun dastis dibanding Desember 2009 lalu. Pada Desemer 2009 lalu, volume ekspor kopi asal Lampung mencapai 14,6 ribu ton. “Pada Januari, total eskspor kopi hanya mencapai 6,7 ribu ton, atau turun lebih dari 60 persen, dan pada Februari, ekspor kopi terus menurun, yaitu hanya 6,6 ribu ton,” kata Suparmo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung.
Sementara itu, jika dibandingkan dengan periode yang sama pada Januari dan Februari tahun 2009, ekspor kopi Lampung juga mengalami penurunan signifikan. Hal itu terjadi karena ada perusahaan eksportir kopi terbesar di Lampung, yaitu Tripanca Group yang bangkrut akibat krisis global.
Akibatnya, ribuan ton kopi milik petani Lampung masih tertahan di sejumlah gudang perusahaan milik Tripanca Group karena masih disengketakan antara sejumlah bank dan petani.
NUROCHMAN ARRAZIE