TEMPO Interaktif, Semarang - Gabungan Kelompok Tani (Gopoktan) Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah, meminta sektor pertanian masuk dalam kurikulum pendidikan di sekolah formal. Alasannya, selama ini Indonesia dikenal sebagai negara agraris tapi ternyata semakin sedikit generasi muda yang mau berkecimpung bekerja sebagai petani.
“Ini masalah besar. Jika tidak diantisipasi, maka bangsa ini bisa kekurangan pangan meski secara geografis kita negara agraris,” kata Ketua Gabungan Kelompok Tani Kecamatan Sukolilo, Suharto, dalam workshop yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Kota Semarang bersama Yayasan Society for Health, Education, Environtment, and Peace (SHEEP) Indonesia di Sukolilo, Pati, Ahad (25/4).
Suharto juga heran kenapa saat ini generasi muda lebih suka bekerja di sektor industri maupun pabrikan meskipun dua sektor itu juga hanya menyediakan buruh yang bayarannya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan.
Suharto berharap jika materi pertanian masuk dalam kurikulum pendidikan mulai dari sekolah tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah atas (SMA) maka akan banyak generasi medatang yang tertarik dengan dunia pertanian.
Sebaiknya, kurikulum pertanian dalam dunia pendidikan itu tidak hanya mengajari teori tapi juga praktek langsung di lapangan. “Mereka perlu dikenalkan bagaimana bertani yang baik,” kata dia.
Selama ini, kata Suharto, perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian juga masih minim. Meski pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono memiliki program revitalisasi pertanian tapi pada kenyataannya kondisi petani juga semakin tertekan. Buktinya, harga pupuk juga terus dinaikan hingga 30 persen dibandingkan sebelumnya. “Ini tidak adil bagi petani karena harga gabah juga murah,” kata dia.
ROFIUDDIN