Di antara bantuan yang mengalir ke desa adalah bantuan berupa Alokasi Dana Desa (ADD). Namun dalam kenyataannya, terjadi penyelewengan penggunaannya. Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) juga memperkuat adanya praktek penyelewengan tersebut.
Menurut Zia Ulhaq, terjadinya penyelewengan karena lemahnya pengawasan oleh pejabat Pemerintah Kabupaten Malang. Seharusnya dilakukan supervisi secara berkelanjutan agar penyaluran dana tepat sasaran.
Berdasarkan data yang dimiliki MWC, setiap tahun Pemerintah Kabupaten Malang menyalurkan bantuan ADD sebanyak Rp 55 miliar.
Sementara itu, hari ini Rabu (5/5), sekitar 300 warga didampingi sejumlah tokoh Desa Saptorenggo, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Rabu (5/5), berunjuk rasa menuntut pencopotan Kertosuharsono dari jabatannya sebagai kepala desa. “Dia menyelewengkan dana desa untuk memperkaya diri sendiri,” kata kordinator aksi, Soliki.
Dana yang diselewengkan kepala desa di antaranya bantuan ADD senilai ratusan juta. Dana tersebut seharusnya digunakan untuk membiayai perbaikan jalan, kegiatan Karang Taruna, serta Pemberdayaan & Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Selain itu juga biaya proyek pembangunan balai desa Rp 96 juta. Warga bahkan mencurigai kepala desa menjual 10 ekor sapi bibit bantuan pemerintah kepada petani.
Tudingan penyelewengan didasarkan pada penggunaan dana-dana tersebut, termasuk ADD tahun 2009 dan 2009, hingga saat ini belum dipertanggungjawabkan oleh Kertoharsono sebagai kepala desa.
Antara warga pengunjuk rasa dengan Kepala Desa Kertoharsono terjadi perdebatan dalam dialog yang berlangsung di balai desa.
Kertosuharsono membantah seluruh tuduhan warga. Pertanggungjawaban penggunaan ADD telah disampaikan kepada Camat Pakis. "Sesuai aturan, laporan pertanggungjawaban penggunaan seluruh dana desa hanya diberikan atasan kami, yakni Camat Pakis," ujarnya.
Kertosuharsono menilai unjuk rasa warganya tersebut akibat kesalahan persepsi dan kesenjangan komunikasi. Namun jika warga tetap bersikukuh mengatakan ada penyelewengan, dia mempersilahkan warga melaporkannya ke aparat penegak hukum. EKO WIDIANTO.