TEMPO Interaktif, Jakarta - Penemuan hewan satwa jenis ular sanca kembang sepanjang 3 meter dan diameter 30 sentimeter di kawasan Tanah Tinggi, Johar Baru, Jakarta Pusat, Rabu (5/5), hingga kini masih menimbulkan teka teki di masyarakat. Sebab, selain menjadi was-was, warga juga bertanya-tanya tentang siapa pemilik satwa yang telah dilindungi oleh negara tersebut.
Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, setiap warga negara yang memelihara atau memiliki satwa yang dilindungi negara, harus mendapatkan izin dari pemerintah. Jika yang bersangkutan tak memiliki izin dapat diancam dengan hukuman lima tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (SDA) DKI Jakarta, Arief Toengkagie seperti dilansir dari situs resmi pemerintah DKI Jakarta mengatakan tidak tertutup kemungkinan ular sanca yang lepas di pemukiman warga itu merupakan ular peliharaan.
Sebab hewan atau satwa yang dikategorikan langka dan dilindungi negara, tidak diperbolehkan untuk dimiliki oleh perorangan. Kewenangan memiliki dan memelihara hewan tersebut, hanya dapat dilakukan oleh lembaga konservasi seperti Taman Safari Indonesia atau Taman Margasatwa Ragunan.
“Satwa yang dilindungi negara itu banyak jenisnya. Di antaranya adalah harimau, Burung Jalak Bali, Burung Cendrawasih, Burung Kakak Tua Raja, dan ular jenis sanca,” ujar Arief.
Selanjutnya, untuk melaksanakan fungsi pengawasan, Balai Konservasi SDA DKI Jakarta yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan ini memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Tugasnya hanya menyidik tumbuhan dan satwa liar. Kewenangan PPNS itu termasuk melakukan penangkapan dan penggeledehan terhadap tempat atau lokasi yang dianggap terdapat satwa liar yang dilindungi oleh negara. Selama ini, petugas PPNS sudah sering menggerebek dan menggeledah tempat yang menyimpan satwa yang dilindungi negara.
Biasanya, usai merazia, pihaknya langsung mengecek kesehatan hewan tersebut. Setelah itu baru ditentukan apakah hewan itu dilepas lagi ke alam bebas atau diserahkan ke taman konservasi. Karenanya, ia mengimbau agar masyarakat yang masih memelihara atau menyembunyikan satwa yang dilindungi oleh UU agar secepatnya melapor dan menyerahkanya ke Balai Konservasi SDA DKI Jakarta di Jl Salemba Raya Nomor 18, Jakarta Pusat.
“Jika tidak maka satwanya kami sita dan pemiliknya dijerat dengan UU Nomor 5 tahun 1990. Sudah banyak para pelanggar yang merasakan ganjarannya karena kasusnya sudah sampai ke pengadilan,” tandas Arief. Ia juga mengimbau, masyarakat hendaknya segera melapor ke balai konservasi SDA DKI jika mengetahui ada seseorang yang menyembunyikan atau memelihara satwa yang dilindungi negara. Sehingga petugas dapat menindaklanjuti laporan tersebut.
BERITAJAKARTA| SITA